Tuesday, November 24, 2009

Mencintai Sekaligus Dua Wanita Dalam Satu Waktu

Tanya: Mbak saya pemuda umur 27 tahun saat ini saya sedang bingung dan merasa bersalah. Saat ini saya sudah bertunangan yang kebetulan tunangan itu dijodohkan oleh orang tua. Walaupun sebenarnya saya tidak mencintai calon istriku tapi aku tetap berusaha untuk bisa mencintai dia karena aku tak Ingin menyakiti hati orang tua, tapi disaat aku mulai bisa mencintai calon istri saya ada masalah yang timbul dan tak bisa Kuhindari.

Aku jatuh cinta pada seorang perempuan yang umurnya jauh dibawahku, terpaut tiga belas tahun dari aku dan perempuan itupun suka sama aku. Tapi aku sadar bahwa aku tidak mungkin bisa mencintai dia karena statusku yang sudah tunangan, tapi si perempuan itu tak perduli kalau aku udah tunangan. Dia akan tetep berusaha untuk mendapatkan saya,
Mbak aku bingung harus bersikap gimana untuk menghadapi perempuan seperti ini. Pernah suatu kali kukatakan ke dia bahwa diantara kita tak mungkin bersatu dan aku tak mungkin bisa memilikimu. Dia langsung putus asa dan mencoba bunuh diri. Tapi Alhamdulilah Tuhan masih melindunginya.

Tapi sekarang yang membuatku bingung dia meneror aku terus dan dia masih mengancam untuk datang di hari pernikahanku. Dan akan berbuat sesuatu di hari pernikahanku.Mbak mohon jawabanya mbak ya.
Mbak makasih ya.

Jawab:

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Saya jadi berhitung berapa usia teman wanita anda. Usia anda 27 tahun, dia 13 tahun lebih muda. Dengan begitu, dia baru berusia, 14 tahun. Masih SMP-kah? Atau sudah SMU? Tapi yang pasti, dia masih remaja dan masih sangat muda usianya.

Usia remaja memang dipenuhi dengan pergolakan emosi yang sangat tidak stabil. Jika seorang remaja mengalami sebuah kesenangan, maka dia bisa berjingkrak-jingkrak kegirangan tanpa peduli pada orang lain di sekitarnya yang mungkin merasa terganggu karena keberisikannya atau justru heran. Tapi jika seorang remaja bersedih, maka dia seperti ingin mengajak agar seluruh dunia ikut berduka saat ini bersamanya. Emosi remaja memang terkadang begitu mudah terlihat dan memang mereka ingin selalu mengekspresikannya kepada orang lain.

Jadi, kira-kira, seperti inilah yang dialami oleh “pacar” anda yang baru berusia remaja tersebut.

Sebagai seorang remaja yang sedang merasakan gejolak emosi akibat jatuh cinta, dia tentu saja merasakan beberapa hal yang sering dialami oleh mereka yang jatuh cinta, Dia merasa ingin selalu berdekatan, ingin selalu berjumpa, ingin selalu bersenang-senang dengan yang dicintainya, dan sebagainya. Akibat semua keinginan tersebut, muncul pula penyeimbang alaminya; yaitu merasa tidak ingin. Dia tidak ingin berjauhan dengan yang dicintainya, tidak ingin dikecewakan, tidak ingin disakiti, tidak ingin berpisah dan tidak ingin dikhianati. Tentu saja, ditambah gejolak usia remajanya yang menyebabkan emosinya sangat tidak stabil, maka ketika kamu memberitahu dia bahwa hubungan antara kamu dan dia tidak bisa diteruskan, dia tentu saja melakukan perlawanan tersendiri secara otomatis (= mekanisme pertahanan emosional). Daripada dia harus ditinggalkan olehmu, lebih baik dia berusaha keras untuk mempertahankan kamu. Daripada kamu menikah dengan orang lain, lebih baik dia mengacaukan pernikahan tersebut (jadi dalam pikirannya kalian akan seri, sama-sama tidak akan mendapat apa-apa). Daripada kamu pergi dan menyebabkan kesedihan yang tak tertahankan, lebih baik dia bunuh diri.

Yah. Satu hal yang sebenarnya saya ingin katakana padamu, akhi.
Apakah kamu dahulu tidak berpikir tentang perbedaan usia yang sangat jauh tersebut ketika sedang menjalin hubungan denganya? Apakah tak terpikirkan olehmu dahulu bahwa dia masih sangat muda dan seharusnya sebagai seorang dewasa yang bertanggung-jawab, kamu mengarahkan dia agar bisa berpikir dewasa dengan merencanakan masa depannya (usianya masih sangat muda, artinya perjalanannya untuk belajar tentang hidup masih sangat panjang), bukan mengajaknya untuk bercinta.
Tapi ya sudahlah. Yang sudah terjadi tentu tidak bisa diputar balikkan lagi, bukan? Akan lebih baik jika kamu bertobat dan meminta ampun atas kesalahan di masa lalu. Tapi yang belum terjadi masih bisa diperbaiki agar hari esok bisa lebih baik lagi.

Saran saya, coba ajak bicara teman gadis remajamu itu baik-baik. Katakan padanya bahwa meski kamu sudah akan menikah dan kelak akan menikah, di hadapanmu dia akan seperti adikmu sendiri. Kamu akan tetap sayang padanya, tapi seperti sayang seorang kakak pada adik perempuannya.

Setelah itu, kamu ubah perlakuanmu kepadanya. Jika dahulu kamu berbicara “dimesra-mesrain”, jika dahulu kamu melakukan sesuatu karena pamrihmu sebagai pacarnya, mulai sekarang, cobalah ajak dia bicara akrab tapi santun, sopan dan tetap perhatian tapi “usahakan tetap jaga jarak” seperti seorang kakak pada adik perempuannya. Jadi, dia tidak merasa terlalu kehilangan kamu (karena khawatirnya dia jadi beneran bunuh diri). Pelan-pelan, kenalkan dia pada komunitas baru yang cocok untuk usia remajanya, bagus untuk perkembangan moral agamanya, cocok untuk pengembangan pengetahuannya. Misalnya, kenalkan dia dengan adikmu, atau sepupumu, atau temanmu yang sebaya dengan usianya, lalu minta adik/sepupu/teman sebayanya itu untuk mengajak teman gadismu itu aktif di kegiatan organisasi seperti pengajian, karang taruna, organisasi kepemudaan, organisasi perkumpulan remaja, dll. Dengan demikian, dia tidak terlalu fokus ke kamu saja perhatiannya.

Terlalu sayang jika usia muda hanya habis untuk memikirkan pacar, akan lebih baik jika di usia muda diisi dengan kegiatan yang bermanfaat untuk masa depan. Terlebih di masa depan, persaingan di dunia usaha, lapangan pekerjaan, lahan mencari penghidupan semakin tinggi. Artinya, mereka yang di usia mudanya Cuma punya bekal pas-pasan, harus siap-siap jadi pengangguran atau mereka yang menjadi beban masyarakat. Jadi, support dia agar mengisi waktu mudanya agar bisa lebih bermanfaat dan lebih mandiri.

Islam sendiri, sangat menghargai orang muda yang mengisi waktunya dengan ilmu agama yang bermanfaat dan terus berusaha mendekatkan diri pada Allah SWT. Orang muda seperti ini, insya Allah termasuk dalma tujuh (7) golongan yang dijamin masuk surga. Subhanallah.

Nah, bagaimana? Mau dicoba?

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

sumber: www.kafemuslimah.com

Masih Adakah Yang Mau Bersahabat Denganku?

Tanya: Assalamu’alaikum Wr Wb
Teman2 ada yg bisa ngasih pendapat,saran ? Aku sekarang mahasiswa tingkat 3. Aku tuh ga pernah dekat dengan teman2 seangkatan. Sejak dulu, sejak SD. Senangnya dengan adik angkatan. Aku merasa itu karena aku terlalu merasa bersaing dengan teman2. dan aku juga merasa itu karena aku ingin dihormati sebagai senior oleh adik2 kelas. Aku punya banyak sifat buruk. Suka marah, ga ramah, kikir. Siapa yang mau bersahabat dengan orang seperti aku, ya?

Teman dekat ada sih, tp sedikit. Mereka adalah, yang kupikir orang2 yang terlalu berhati besar untuk menerima diriku yg buruk ini. Aku juga punya banyak masalah pribadi, merasa ga disayang siapa2, merasa terlalu banyak masalah.

Gimana, ya. Merubah diriku yang buruk ini. Aku dah banyak2 berdoa, shalat baik2. Itu artinya shalatku ga membawa kebaikan, kali ya. Aku dah memutuskan ke psikiater sih. Soalnya aku ga tega cerita ke ortu ttg segala masalahku. Takut mereka sedih dan terbebani kalau tau gimana anaknya hidup di negeri orang. Soalnya aku sekarang ngekost, jauh dari ortu.

Tolong, ya...
Jazakillah.

Jawab

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Membaca email darimu, membuat saya banyak berpikir tentang dirimu. Dari apa yang kamu sampaikan dan ceritakan, saya merasa bahwa kamu memiliki beberapa kelebihan. Kamu rasanya memiliki kecerdasan di atas rata-rata (saya melihatnya dari ketakutanmu untuk bersaing dimana hal ini secara tidak langsung menggambarkan bahwa prestasimu saat ini lumayan baik dan itu membuatmu khawatir bahwa sebuah persaingan bisa membuatmu lalai atau prestasimu turun). Kamu juga memiliki rasa percaya diri yang cukup memadai dalam keseharian. Ini bisa saya tangkap dari tuturan kalimatmu yang penuh percaya diri (padahal apa yang sedang kamu sampaikan itu adalah beberapa kelemahan yang kamu miliki). Kelebihanmu yang lain adalah, kamu cukup memiliki kemandirian (saya melihatnya dari usahamu untuk tidak ingin menyusahkan kedua orang tuamu yang berada jauh darimu). Kamu juga memiliki kebaikan sebagai anak yang ingin berbakti pada kedua orang tuanya, dan sebagainya. Saya yakin, jika diamati lebih lanjut, masih banyak kelebihan yang kamu miliki. Subhanallah wa alhamdulillah.

Sayangnya, hal ini sering tidak kamu rasakan. Yang kamu rasakan setiap saat hanyalah perasaan bahwa kamu adalah seorang gadis yang malang, gadis yang patut dikasihani dan patut juga dijauhi karena memiliki banyak sekali keburukan. Kamu terus menerus dilanda kegelisahan bahwa sudah sedemikian banyaknya keburukan yang kamu miliki hingga menjadi khawatir sendiri bahwa suatu saat nanti, pada akhirnya tidak ada orang lagi yang akan berteman dengan dirimu. Bahkan karena terlalu asyik mengasihani diri sendiri, kamu kini mulai merasa kasihan pada orang lain yang nyata-nyata mengulurkan tali persahabatan denganmu sebagai kumpulan orang-orang yang telah salah langkah karena telah memilihmu yang penuh kemalangan dan masalah sebagai teman mereka. Bahkan, karena terlalu sering melihat kelemahan dan keburukan diri sendiri, maka kamu merasa bahwa dirimu sudah tidak akan tertolong lagi dan bahkan mengesampingkan kekuasaan Allah yang Maha Penolong dan Maha Penyayang.

Istighfar ukhti. Istighfar.
Mengapa harus bangga karena memiliki banyak keburukan? Mengapa harus nyaman karena menyandang banyak kelemahan?
Padahal, ukhti memiliki banyak kelebihan yang tertebar dalam berbagai macam nikmat yang ukhti miliki selama ini. Banyak sekali kelebihan dan nikmat yang telah ukhti miliki selama ini.

Dibanding mereka yang tidak mampu meneruskan sekolah hingga ke jenjang perguruan tinggi, maka ukhti terhitung amat sangat beruntung karena bisa mengecap pendidikan di perguruan tinggi hingga ke tingkat 3 seperti saat ini.
Dibanding mereka yang terpaksa harus menumpang dan mengungsi tempat tinggal kesana kemari, ukhti sampai detik ini bisa tetap nyaman tinggal di rumah kost.
Dibanding mereka yang sama sekali tidak memiliki teman karena hidup dalam keterasingan atau kepapaan, ukhti dapat memiliki kesempatan bergaul dengan orang banyak, dengan adik kelas, dan bahkan ada yang bersedia menjadi teman dekat ukhti; hingga ukhti tetap dapat memiliki kawan untuk sekedar berdiskusi atau berbagi kesenangan.
Dibanding mereka yang harus terbaring lemah dan tidak berdaya, ukhti memiliki kesehatan dan kemampuan untuk terus mengasah kepandaian ukhti.
Begitu banyak kelebihan yang ukhti miliki. Begitu banyak nikmat yang ukhti miliki. Lalu mengapa sekarang semua nikmat dan kelebihan itu harus ukhti tampik dan lupakan hingga ukhti terus-menerus merasa bahwa ukhti adalah seorang yang paling memiliki banyak masalah di dunia ini?

Jika ada satu saran yang bisa saya sampaikan untuk dapat merubah diri ukhti yang dirasa buruk tersebut. Saran tersebut adalah, Cobalah belajar untuk bisa bersyukur.

Perhatikanlah sekeliling ukhti, dan rasakan bagaimana setiap hal yang terjadi pada setiap detiknya adalah nikmat Allah yang tiada pernah putus-putusnya yang diberikan pada ukhti. Mata yang sehat hingga mampu melihat, telinga yang bisa mendengar, kaki yang bisa berjalan, udara gratis yang bisa dihirup, ilmu yang bisa dipelajari, makanan yang bisa disantap, begitu banyak nikmat Allah yang terus mengalir setiap detiknya, setiap waktu, setiap saat. Resapi semua nikmat itu, hayati dan syukurilah. Kemudian pandang lagi sekeliling ukhti.

Ada banyak sekali mereka yang hidupnya tidak seberuntung ukhti. Ada yang untuk makan saja harus mengais-ngais dahulu tong sampah. Ada yang untuk tidur saja harus mengumpulkan dahulu kardus-kardus bekas. Ada yang untuk bernaung di bawah satu atap saja, harus membuang dahulu lumpur-lumpur yang bersemayam di dalam rumah mereka. Bahkan ada yang harus membayar mahal untuk bisa melihat, untuk bisa berjalan, untuk bisa bermain dengan teman sebaya. Bahkan ada yang tidak bisa melakukan apa-apa lagi karena memang tidak lagi punya apa-apa. Meski tangis terus mereka lolongkan siang malam, tapi pertemuan dengan kedua orang tua tetap tidak dapat terwujud karena kedua orang tuanya sudah meninggal dunia. Meski mulut terus berteriak lapar tapi tetap saja piring makanan sulit untuk terisi karena memang tidak ada makanan yang bisa dimasak.

Sungguh, kita semua jauh, jauh lebih beruntung ketimbang mereka semua. Sudah sepatutnya kita merasa bersyukur. Ada banyak kelebihan dan nikmat yang masih dikaruniakan Allah kepada kita. Alhamdulillah.

Jadi, mulai sekarang. Mari belajar untuk lebih pandai bersyukur. Buang semua perasaan bahwa kita masih kekurangan dan perlu dikasihani. Kita punya banyak kelebihan insya Allah. Dan sepatutnya semua kelebihan itu (meski hanya sedikit), mulailah kita upayakan agar bisa memberi manfaat bagi orang lain. Untuk apa mempertahankan kekikiran padahal nikmat Allah yang tertebar di muka bumi ini terus menerus datang dalam jumlah yang tiada terkira. Semakin banyak kita memberi pada orang lain, semakin banyak pula Allah akan memberi ganti dengan hal yang lebih baik. Tidak usah memandang, bahwa jika kita memberi pada orang lain, maka kita akan kekurangan dan orang lain akan mengalahkan kita, akan lebih kaya, akan lebih pandai, dan sebagainya. Tidak. Cobalah untuk memberi dan ikhlaskan semua pemberian tersebut. Allah akan selalu mengganti semua pemberian yang dilakukan dengan ikhlas dengan sebuah pengganti yang lebih baik, insya Allah.

Jadi, mari belajar untuk menjadi hamba yang pandai bersyukur.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

sumber:www.kafemuslimah.com

Ingin Menjalani Poligami Tapi Ibu Tidak Merestui

Tanya: Assalamu'alaikum wr. wb.

Saya gadis berusia 20 tahun. Ada pria yang melamar saya untuk dijadikan istri ke 3. Bagi saya sebenarnya itu bukan masalah mengingat poligami adalah sunnah Rasul. Tapi yang jadi kendala di sini adalah ibu saya yang tidak merestui karena selisih usia yang cukup jauh, juga karena adik saya mengharapkan pria tersebut jadi calon ayah karena ibu saya seorang janda.

Tapi pria itu tidak mau menikah dengan ibu, karena alasan bahwa ibunda saya adalah mantan istri dari gurunya yang sudah dianggap seperti orangtuanya sendiri.
Yang ingin saya tanyakan :

1. Apakah salah jika saya menikah dengan pria itu tanpa direstui ibu ?

2. Akankah saya menjadi anak durhaka karena tidak mengikuti nasihat orang tua yang telah menyayangi saya, mengandung saya, mengurus saya hingga saat ini, hingga saya bisa jadi seperti sekarang ini?

3. Ada yang pernah berkata pada saya bahwa seorang anak berhak menentukan dengan siapa dia akan menikah karena itu privasinya pun bahkan bila dia ingin pindah agama (Na'udzubillah ). Berhak-kah saya menetang orangtua (terutama Ibu) untuk tetap menikah ?

Jazakalloh untuk perhatian & jawaban yang mba' berikan !!!

Wassalam.
Jawab:
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Ukhti yang dirahmati Allah SWT

Saya sebenarnya belum begitu paham dengan cerita ukhti. Hal-hal yang saya belum pahami adalah, apakah ibu dan pria tersebut sudah saling mengenal dan sebelumnya pernah terlibat pembicaraan ke arah pernikahan (baik antara mereka berdua atau ada orang lain yang pernah berusaha menjodohkan mereka). Ini saya tanyakan karena adik ukhti mengharapkan pria tersebut menjadi calon ayahnya dengan cara menikahi ibunda yang telah menjanda. Mengapa hal ini bisa terjadi? Apakah awalnya memang seperti itu sampai akhirnya pria tersebut melihat ukhti lalu beralih kehendak atau memang dari awal ukhti dan pria tersebut bertemu lalu ketika ingin diperkenalkan pada keluarga ternyata adik punya kehendak seperti ini?

Jika, ternyata sebelumnya antara ibu dan pria tersebut sudah saling mengenal dan ada usaha yang dilakukan ke arah pernikahan sebelum akhirnya berubah rencana; mungkin ada baiknya rencana pernikahan ukhti dengan pria tersebut dipikirkan kembali baik-baik. Karena, biar bagaimanapun ukhti juga harus memikirkan perasaan ibu (yang tentunya pernah kecewa dan harus terus berhadapan dengan mantan calonnya yang kini jadi menantu).

Tapi, kalau ternyata sebelumnya memang tidak ada rencana ke arah itu antara ibu dan teman priamu; rencanamu boleh jadi bisa diteruskan. Tapi dengan catatan. Yaitu, beri pengertian pada adik dan ibumu terlebih dahulu.
Hal berikutnya, yang juga belum saya pahami disini adalah, apa alasan teman pria ukhti itu untuk menjadikan ukhti istri ketiganya? Apakah karena dia memang seorang yang cukup memiliki kelebihan kemampuan materi hingga ingin berbuat baik pada anak yatim? Ataukah karena dia memiliki kelebihan dalam bidang seksual sehingga dia merasa tidak cukup hanya dengan dua istri sebelumnya? Ataukah dia ingin memang mengalami jatuh cinta lagi (untuk ketiga kalinya) pada ukhti dan ingin menjadikan ukhti istri ketiganya? Lalu, apakah dua orang istri sebelumya mengetahui rencana tersebut?

Cobalah ukhti cari tahu dahulu alasan teman pria tersebut dengan rencananya untuk menjadikan ukhti istri ketiganya. Dengan begitu, ukhti bisa mempersiapkan diri ukhti sebaik-baiknya menghadapi segala kemungkinan yang mungkin bisa terjadi di masa yang akan datang.

Jika dia adalah seorang yang berkecukupan hingga ingin berbuat baik pada wanita yang ingin diangkat derajatnya, Alhamdulillah. Zaman sekarang ini, dimana perekonomian negara kita yang masih tidak menentu memang dibutuhkan sikap bekerja sama yang menyeluruh dari berbagai pihak. Yang kaya membantu yang miskin, yang lebih membantu yang kurang. Salah satu hikmah dari poligami adalah, membuka peluang bagi wanita untuk dapat mengembangkan dirinya sendiri karena dia punya kesempatan untuk saling meringankan beban pekerjaan sehari-harinya dengan sesama istri yang lain. Untuk itu, cobalah untuk kenal dengan istri-istrinya yang lain dan mulailah jalin ukhuwah yang baik agar kelak kalian bisa saling akrab dan saling tolong menolong. Suatu saat nanti, bisa jadi, ukhti juga bisa membantu wanita muslimah lain lagi, untuk menjadi teman ukhti berikutnya, menjadi istri keempat teman pria ukhti.
Jika dia adalah seorang yang memiliki kelebihan dalam bidang seksual hingga merasa tidak tercukupi kebutuhannya itu jika hanya memiliki dua orang istri, maka, ukhti bisa mempersiapkan diri ukhti agar bisa memenuhi harapannya. Sama seperti keadaan di atas, mulailah untuk mengenal istri-istri beliau sebelumnya agar kalian bisa saling tolong menolong dalam membahagiakan suami kalian tersebut.
Jika dia murni jatuh cinta lagi pada ukhti. Luruskan niat kalian bahwa kalian saling bertemu dan ingin bersatu karena mengharapkan keridhaan Allah SWT. Menikah lebih baik ketimbang melakukan hal-hal yang bisa menjerumuskan diri pada perbuatan mendzalimi diri sendiri atau pada perbuatan yang bisa mendekatkan diri pada perbuatan zina. Sama seperti point sebelumnya, berusahalah untuk mengenal istri-istri beliau sebelumnya agar kelak kalian bisa akrab dan bisa saling bekerja sama untuk dapat membentuk sebuah keluarga yang sakinah dan diridhai Allah SWT.
Sekarang, barulah saya akan menjawab pertanyaan yang ukhti ajukan:

1. Pernikahan adalah sebuah bentuk usaha berkeluarga dan berketurunan yang dihalalkan Allah dengan cara menyatukan dua keluarga dalam sebuah ikatan silaturahmi yang menentramkan satu sama lain dan membahagiakan semua pihak. Karenanya, untuk tegaknya sebuah pernikahan yang memberi rahmah dan memperoleh rahmah (take and give), ada dua pihak yang dimintai persetujuan dan satu pihak yang diajak bermusyarawah. Dua pihak yang dimintai persetujuan adalah, pertama pihak wali nikah, dimana dalam hal ini adalah ayah atau wali nikah pengganti ayah (yang jalur hukumnya sama kedudukannya dengan ayah). Kedua adalah calon pengantin perempuannya. Sedangkan pihak yang sebaiknya diajak bermusyawarah adalah ibu. Ini sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rasul kita, Mihammad SAW.

Jika, tiga pihak yang saya sebutkan di atas tidak terpenuhi haknya, maka bisa jadi perkawinan yang akan diselenggarakan menjadi kurang sempurna (khusus untuk pihak satu dan dua, jika keduanya tidak ada maka pernikahan tersebut dianggap batil/tidak ada).

2. Dari point pertama, sudah saya sebutkan bahwa tujuan mulia dari sebuah pernikahan adalah menyatukan dua keluarga dalam sebuah ikatan silaturahim yang diridhai Allah. Dengan demikian, niat atau arah langkah yang menjurus ke arah terciptanya perpecahan sebuah keluarga tentu saja sebaiknya diselesaikan dengan cara yang ma’ruf (baik). Artinya, jika sebuah tujuan justru menyebabkan sebuah perpecahan, pertikaian, perseteruan itu berarti tujuan mulia dari pernikahan yang dilakukan menjadi terciderai.
Menurut saya, masalah yang ukhti hadapi ini murni karena masih adanya kesalah-pahaman dalam komunikasi. Cobalah berusaha dahulu mencari titik kesepakatan dengan ibu dan keluarga sebelum memilih untuk menjadi anak durhaka atau anak yang menyakiti hati ibunya.

3. Ukhti penanya bertanya: “Ada yang pernah berkata pada saya bahwa seorang anak berhak menentukan dengan siapa dia akan menikah karena itu privasinya pun bahkan bila dia ingin pindah agama (Na'udzubillah ). Berhak-kah saya menentang orangtua (terutama Ibu) untuk tetap menikah ?”

Ukhti… menjadi durhaka pada orang tua itu, dosanya oleh sementara ulama dikatakan setaraf dengan dosa di bawah syirik. Allah amat sangat membenci perilaku tersebut. Jadi, usahakanlah dengan sedaya upaya agar terhindar dari perilaku durhaka pada orang tua.

Betul memang seorang anak berhak untuk menentukan dengan siapa dia akan menikah karena itu adalah hak pribadi anak. Tapi, tolong bedakan antara hak yang memang hak yang benar (diridhai Allah) dan hak yang batil (dibenci Allah). Pindah agama, termasuk hak pribadi yang batil, amat dibenci bahkan menyebabkan seseorang tertimpa dosa besar yang ganjarannya tiada lain selain neraka Jahannam. Cerai, juga hak suami istri, tapi Allah membencinya (meski tidak sampai menggugurkan keislaman/menyebabkan dia berdosa). Ada banyak hak seseorang yang justru jika dijalankan oleh orang tersebut malah membuat orang tersebut masuk ke wilayah yang membahayakan dirinya, keluarganya, dan bahkan agamanya. Jadi, jika mau bicara tentang hak privacy seseorang, tolong jangan bicara dengan emosi, tapi selalu gunakan akal sehat untuk berpikir, hati nurani untuk merenung serta sikap tawakkal pada Allah SWT.

Sekali lagi saya katakan, menurut saya, permasalahan yang ukhti hadapi ini murni karena belum adanya komunikasi yang baik antara semua pihak sehingga muncul kesalah pahaman antara satu pihak kepada pihak yang lain.

Nah, sekarang, coba ajak bicara ibu ukhti. Ajak beliau untuk bertukar pikiran. Kemukakan alasan dan pertimbangan yang ukhti miliki hingga memilih bersedia untuk menjadi istri ketiga teman pria ukhti.

Teman pria ukhti sendiri, jika dia memang serius dengan ukhti, cobalah untuk dilibatkan juga. Dia tentu sudah lebih berpengalaman dalam menyelenggarakan sebuah pernikahan (sudah dua kali kan?). Tentu dia lebih paham dan tahu bagaimana caranya untuk menghadapi keberatan orang tua ukhti. Dia juga tentu lebih berpengalaman dalam menghadapi ibu calon mertuanya (ibu ukhti akan menjadi ibu mertua ketiga baginya). Cobalah libatkan beliau untuk dapat membujuk dan melembutkan hati ibu ukhti. Saya amat menyayangkan jika hanya karena ingin mengajak ukhti menjadi istri ketiganya, maka dia membiarkan ukhti mengambil langkah menjadi lebih baik menjadi anak durhaka.
Padahal, masalah yang ada tidak berat karena merupakan masalah komunikasi saja.

Nah, jadi berusaha yah ukhti untuk membangun komunikasi yang baik.

Hal penting lain yang harus juga dilakukan adalah, mulailah dirikan shalat istikharah. Minta petunjuk dari Allah dan bimbingannya agar memudahkan jalan ke arah yang Allah ridhai dan menjauhkan ukhti dari hal-hal yang tidak diridhai Allah serta dijauhkan dari segala sesuatu yang dalam pengetahuan Allah bisa membahayakan masa depan ukhti dan agama ukhti.

Demikian, semoga bermanfaat.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

sumber: www.kafemuslimah.com

Shalat Tanpa Mukenah, Boleh Nggak?



Tanya: Assalamu'alaikum Wr.Wb.
Saya mau tanya, apa hukumnya seorang akhwat sholat tanpa pakai mukena? tp Insya 4JJI sudah menutup aurat (pakai baju muslim dengan jilbab terjulur menutup dada). soalnya saya pernah dengar bahwa kl sholat telapak tangan bagian atas atas harus tertutup juga. mohon penjelasannya beserta dalil yang mendasarinya. Syukron. Wassalam.Wr.Wb.

Jawab:

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Insya Allah boleh ukhti seorang muslimah shalat tanpa mengenakan mukenah. Hal ini berdasarkan pada :

“Aisyah, istri Rasulullah saw, menunaikan shalat dengan memakai baju kurung (baju panjang) dan jilbab.” (HR Imam Malik dalam Al-Muwaththa’)

“Maimunah menunaikan shalat dengan memakai baju kurung (baju panjang) dan jilbab dengan tidak memakai sarung.”(HR Imam Malik dalam Al-Muwaththa).

“Subai’ah al-Aslamiyah berkata, ‘Aku rangkapkan pakaian-pakaianku pada diriku pada sore hari’”(Bukhari dan Muslim).

“Wanita yang sedang ihram janganlah memakai cadar dan jangan pula memakai kaos tangan.” (HR Bukhari)

Usamah bin Zaid berkata, “Rasulullah saw memakaikan kepadaku qubthiyyah (pakaian dari katun tipis) yang kasar, hadiah dari Dihyah al-Kalbi. Kemudian kupakaikan kepada istriku. Lalu beliau bertanya, “Mengapa engkau tidak memakai qubthuyyah?’ Saya menjawab, ‘ Saya pakaikan kepada istriku.’ Beliau bersabda, ‘Suruhlah ia memakai ghilalah (rangkapan) di bawahnya karena aku khawatir akan tampak lekuk-lekuk tulangnya.’” (HR Imam Ahmad)

Dari Abdullah bin Umar ra, dia menceritakan, Rasulullah saw telah bersabda: “Barang siapa menarik (menyeret) pakaiannya karena sombong, niscaya Allah tidak akan memandangnya.” Lalu Ummu Salamah bertanya: “Bagaimana kaum wanita harus membuat ujung pakaiannya?”. “Hendaklah mereka menurunkan pakaian mereka sejengkal (dari pertengah betis kaki).” Jawab Rasululllah saw. Selanjutnya Ummu Salamah berkata: “Kalau begitu kaki merkea tetqap tampak?” Beliau berkata: “hendaklah mereka menurunkan satuhasta dan tidak boleh melebihinya.” (HR. An-Nasa’I)

“Wahai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepada kalian untuk menutupi aurat kalian dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah. Mudah-mudahan mereka selalu ingat.” (Al-A’raf:26)

Jadi, selama seluruh tubuh (kecuali wajah dan telapak tangan) tertutup, tidak tampak aurat, tidak membentuk lekuk tubuh, tidak tipis hingga membayang lekuk tubuh, bukan pakaian sombong (dikenakan penuh kebanggaan karena berbahan mahal dengan maksud untuk pamer atau ingin tampil menonjol ketimbang yang lain), serta tidak mengganggu pandangan atau pikiran (membuat orang begunjing atau berprasangka buruk) orang lain, tidak mengapa seorang muslimah shalat tidak memakai mukenah dan sarung.

Demikian, Wassalamu’alaikum Wabarakatuh.

sumber: www.kafemuslimah.com

Dibohongi Suami

Tanya:
Assalamu'alaikum wr. wb, bu ade

Saya, ibu bekerja sudah menikah selama 8 taun dan punya 2 putra. Alhamdulillah kehidupan rumah tangga baik2 saja selama ini. Sampai suatu saat, saya ikut acara kantor suami. Saya melihat ada seorang wanita single yang sepertinya suka menarik perhatian suami (kita sebut si A). Dan saat itu kebetulan ada kejadian yang dimana, saya dan suami bisa ikut serta acara itu atas bantuan A. Sepertinya suami merasa berterima kasih atas bantuan si A sehingga kami bisa ikut acara tersebut. Sejak saat itu, saya perhatikan si A seperti memanfaatkan moment balas budi itu. Saya sampaikan hal itu ke suami, tapi suami berhubung tidak punya niat untuk selingkuh, makanya dia tidak menghiraukan. Suami pun tau saya tidak suka dengan si A. Saya sebetulnya tidak tahu pasti perasaan si A itu terhadap suami saya. Tapi kalau dilihat dari gelagatnya, dia seperti ada feeling terhadap suami. Pernah saya tanya, bagaimana dengan si A. Suami saya bilang, berhubung suami ada di lantai 12 dan si A ada di lantai 7, tidak pernah ketemu. Dan saya percaya itu.

Sampai suatu saat, seperti ada yang membisikan saya untuk memeriksa isi hp suami. Tidak ada sms yang berarti, tapi begitu saya lihat record di received call nama si A itu ada disitu. Berarti si A pernah menelepon hp suami saya. Saya pikir mungkin ini urusan kantor. Kemudian, saya lihat dialled number, ternyata suami pun pernah menelepon ke hp si A. Saya seperti disamber geledek, karena ternyata suami berbohong kepada saya dengan mengatakan kalau suami tidak pernah bertemu tapi ternyata mereka saling menelpon. Kemudian saya konfirmasikan semua ke suami. Ternyata suami mengaku kalau dia sebenernya tidak jujur ke saya takut sayanya marah. Sementara menurut saya lebih baik saya tau dari suami daripada dengan cara seperti ini. Benar saja, ternyata mereka pernah makan siang bareng2 tapi suami ngaku kalau mereka makan siang tidak pernah ber2, melainkan rame2 dengan temen kantornya. Suami pun akhirnya minta maaf atas kejadian ini. Tapi saya sudah merasa dibohongi...saya sakit hati, bu. Karena saya merasa orang terdekat dengan saya saja membohongi saya, bagaimana orang lain. Sebenernya saya percaya sama suami tidak berselingkuh, tapi saya tidak percaya si A. Kalau memang benar si A ada feeling ke suami saya, takutnya dia menggoda suami saya dan akan terjadi hal2 yang tidak diinginkan. Saya juga tidak tau sebenernya perasaan si A, apakah benar dia ada feeling ke suami saya atau hanya kecemburuan saya saja. Saya mohon masukan dari ibu, bagaimana caranya menghilangkan rasa sakit hati saya karena dibohongi suami. Apakah perlu saya telepon si A untuk minta menjauh dari suami saya atau bagaimana. Terima kasih atas perhatiannya.

Jawab:
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Saya sudah membaca uneg-uneg email ibu dan bisa mengerti apa yang telah terjadi.

Cemburu.
Kata orang, cemburu itu artinya cinta. Untuk takaran yang “pas”, perasaan cemburu yang dimiliki oleh seorang kekasih terhadap kekasihnya, merupakan bukti bahwa perasaan cinta masih tetap bersemi di hatinya. Tapi itu dengan penekanan, takarannya harus pas. Kenapa takaran pas saya katakan merupakan sebuah keharusan? Karena, jika takaran cemburu dalam sebuah percintaan itu kurang, maka yang hadir di benak kekasih kita adalah sebuah tanda tanya, “apakah si dia masih mencintai saya?” Ujung-ujungnya akan muncul rasa tidak percaya yang bisa membawa pasangan tersebut ke daerah yang rawan perpisahan. Sedangkan jika takarannya berlebihan, maka yang hadir di benak kekasih kita adalah sebuah tanda tanya lain, “apakah dia tidak mempercayai saya?” Ujung-ujungnya akan muncul sebuah kondisi gerah, terkekang, sesak yang melahirkan sebuah keinginan untuk lepas dan justru mulai bertemu dengan celah untuk lepas dari pelukan erat kekasih pencemburu. Pada beberapa pasangan, yang berkomitment untuk mempertahankan kesatuan mereka, ada sebuah ekstasi tersendiri jika berhasil keluar dari barrier pengawasan si kekasih pencemburu tanpa sedikitpun ketahuan (jadi malah mendorong pasangan untuk bermain kucing-kucingan). Tapi pada banyak pasangan lain, masalah kecemburuan yang berlebihan ini malah bisa membuat mereka terseret ke daerah yang rawan perpisahan. Mana betah terus menerus hidup bersama di atas fondasi kecurigaan, pertengkaran dan rasa saling tidak percaya satu sama lain?

Disinilah letak seninya mereka yang sedang merajut asmara.
Sungguh, jatuh cinta dan mendapatkan yang kita cintai itu sebenarnya sebuah perkara yang termasuh perkara yang mudah dan biasa. Kesulitan dan keluar-biasaan justru terjadi ketika kita harus meneruskan kehidupan sambil terus memelihara agar rasa jatuh cinta itu tidak pernah berubah, dan mempertahankan cinta agar senantiasa bersemi di dalam hati ”masing-masing” (penekanannya masing-masing, karena jika hanya satu pihak saja, yah, artinya kurang berhasil).

Untuk kasus ukhti N, saya merasa yakin sekali bahwa semua perasaan sakit hati dan kecurigaan bahwa suami telah berbohong itu hadir karena ukhti merasa cemburu terhadap suami ukhti. Terlebih setelah dengan mata sendiri ukhti melihat gelagat ada wanita lain yang tampaknya mengagumi suami ukhti. Tapi, dalam perkembangannya kecemburuan yang ukhti miliki ini menurut saya sudah tidak sehat lagi. Mengapa? Karena setelah rasa cemburu itu bercokol dalam hati ukhti, cemburu itu mulai tumbuh subur dengan daun-daun prasangka buruk. Akhirnya, ukhti sendiri yang merasa sengsara karena terus-menerus merasa sakit hati karena merasa suami telah membohongi ukhti.

Baik. Sebelum membaca lebih lanjut, bersama kita ucapkan istighfar terlebih dahulu.

Ukhti. Suami sudah jujur mengakui bahwa dia memang pernah makan siang dengan wanita tersebut. Saya pikir, kejujuran ini harus dihargai. Mana yang lebih baik, terus berbohong atau mengakui? Jika ukhti merasa bahwa jujur adalah sesuatu yang utama, maka ukhti harus mampu di saat yang bersamaan menghadirkan sebuah sikap ikhlas dan sabar mendengar kejujuran itu. Tapi jika ukhti beranggapan bahwa lebih baik tidak jujur yang penting situasi damai dan tenang selama ini tetap terpelihara, hmm…. Saya sarankan ukhti untuk merubah anggapan tersebut. Selamanya, sesuatu yang busuk itu tidak pernah bisa ditutupi. Bahkan meski kita amat piawai menulikan telinga dan membutakan mata sekalipun. Biar bagaimanapun, betapapun pahitnya sebuah kenyataan, kenyataan itu tetap harus dihadapi. Dengan demikian, kembali sikap ikhlas dan sabar lah yang harus dikedepankan.

Dalam hal ini, suami ukhti sudah jujur mengakui dan meminta maaf pada ukhti karena sebelumnya tidak menceritakan hal tersebut. Ayo… maafkan dengan sebenar-benarnya maaf. Artinya, maafkan dengan melupakan segala kekhilafan yang pernah terjadi dan tata kembali langkah ke depan dengan sebuah harapan dan prasangka baik kembali. Jangan dari mulut saja mengucapkan maaf tapi di dalam hati terus mendongkol dan merasa sakit. Itu artinya ukhti tetap menaruh prasangka buruk di dalam hati. Itu artinya, ukhti tetap mendengarkan bisikan syaithan yang terkutuk yang memang berkeinginan untuk memisakan ukhti dan suami ukhti dengan menunggangi celah cemburu dan sakit hati. Ayo ukhti… jangan kalah dengan bisikan syaithan tersebut. Singkirkan semua rasa sakit hati dan prasangka. Kembalilah menjadi istri yang manis dan mau menerima suami apa adanya.

Ukhti dalam hal ini harus percaya satu hal. Yaitu, bahwa semua manusia itu akan diuji ketauhidan dan keimanannya dengan berbagai macam peristiwa di kehidupannya. Bisa lewat musibah yang penuh penderitaan, bisa juga lewat kesenangan dan kemudahan hidup. Dalam hal ini, bisa jadi suami ukhti sedang berusaha melewati ujian tersebut. Dia dihadapkan dengan cobaan berupa kehadiran wanita cantik yang menggoda serta pangkat kedudukan yang lumayan bagus. Ukhti harus membantu suami ukhti agar mampu melewati ujian ini dengan senantiasa mengingatkan suami ukhti bahwa dia punya keluarga dimana tanggung-jawabnya sebagai kepala keluarga terus dituntut; bantu dia untuk senantiasa ingat bahwa kesenangan yang sebenarnya itu adalah segala macam kesenangan yang bisa diperolehnya lewat jalan yang halal dan diridhai Allah (yaitu lewat perkawinan yang sah dan keluarga yang sakinah mawwadah warahmah); ingatkan dia agar tidak terjerumus dalam godaan nafsu yang dapat menggiringnya melakukan hal yang tidak diridhai Allah; dan yang utama, ingatkan dia bahwa ukhti amat mencintai dia dan membutuhkan dia sebagai seorang suami, kekasih dan imam keluarga. Perasaan dibutuhkan (dan saling membutuhkan) inilah yang harus terus dipelihara dalam kehidupan suami istri.

Sedangkan ukhti sendiri, saat ini pun sedang diuji kesabarannya. Apakah ukhti masih mampu mempertahankan sikap sabar menghadapi situasi ini? Masih mampukah ukhti bertindak sebagai seorang istri yang sholehah? Masih mampukah ukhti bersikap sebagai ibu bagi anak-anak ukhti di tengah masalah yang membelit (bisa jadi, tanpa ukhti sadari, kekecewaan ukhti pada suami membawa perubahan dalam bersikap terhadap anak-anak yang tidak tahu apa-apa)?

Semua kekecewaan dan rasa sakit hati yang tetap ukhti pelihara tersebut, tanpa terasa akan mengikis semua rasa cinta yang hadir di antara ukhti dan suami ukhti. Semua hadiah yang suami berikan, kelak akan terasa tidak berarti karena rasa curiga bahwa itu semua dia lakukan untuk menebus kesalahan (padahal bisa jadi suami ikhlas melakukannya untuk ukhti seorang). Semua tindakan manis yang suami lakukan, akan dicurigai sebagai manipulasi untuk menutupi kesalahan. Semua usaha maksimal yang suami lakukan menjadi tidak memiliki arti lagi karena yang ada adalah rasa kecewa dan sakit hati. Aih. Lalu apa yang yang akan ukhti peroleh dari semua ini? Tidak ada! Inilah sisi kezhaliman dari sebuah prasangka buruk yang hadir dari rasa sakit hati dan sifat tidak ingin memaafkan. Akhirnya, suami pun kian lama akhirnya patah semangat dan benar-benar melakukan usaha mencari kesenangan di luar rumah. Bukankah semua kesenangan yang dia inginkan ada di rumahnya sudah sulit ukhti berikan?

Jadi… babat habis semua rasa sakit hati di dalam diri ukhti. Jika terlintas sebuah ingatan tentang kejadian yang menyakitkan hati tersebut, segeralah ambil wudhu dan bacalah Al Quran. Bukan Cuma membacanya tapi juga simak terjemahannya.
Jika terbersit rasa kecewa ketika sedang bersama dengan suami, segeralah istighfar banyak-banyak dan berdoa agar Allah mengaruniai ukhti kesabaran, banyak-banyak kesabaran dalam menghadapi godaan syaithan yang terkutuk.
Perbanyaklah shalat malam (tahajud) dan puasa sunnah, karena keduanya akan mampu menghadirkan sebuah rasa berpengharapan yang tinggi pada Allah sebagai Dzat Yang Maha Berkuasa dan Tidak akan pernah memberi cobaan di luar kemampuan hamba-Nya.
Mari lihat lagi semua kenangan manis yang pernah terlewati bersama dengan suami. Mari lihat lagi semua kebaikan yang pernah suami lakukan. Dan mari mengingat bahwa bisa jadi, hari ini adalah hari terakhir ukhti hidup di dunia ini. Bisa jadi, esok sang maut akan datang menjemput dan semua kehidupan yang ukhti nikmati pun berakhir. Jika sudah begitu, apakah ukhti sudah mempersembahkan yang terbaik bagi suami ukhti? Sehingga suami ukhti merasa terpuaskan dan terus mengingat kebaikan ukhti ketika hidup dengan penuh keridhaan.
Mari lakukan kesholehan, sebelum kematian datang menjemput.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

sumber: www.kafemuslimah.com

Seks Bebas Yang Membawa Penyesalan

Assalamualaikum wr wb.

Dear Mba Ade,

Saya mempunyai masa lalu yang sangat kelam. Waktu umur 22 tahun saya berpacaran dengan seorang pria dan untuk pertama kalinya saya melakukan hubungan seks. Dan kemudian saya hamil, karena kami berbeda negara dan tidak mungkin menikah maka saya menggugurkan kandungan saya. Dalam satu tahun 2 kali saya melakukan pengguguran itu. Astafirullah.. saya sangat menyesal sekali kalau saya mengingat masa lalu itu. saya melakukan itu karena kami memang tidak mungkin menikah karena banyaknya perbedaan di antara kami. Kemudian kami putus dan saya tidak pacaran sampai hampir 3 tahun.

Kemudian saya bertemu dan pacaran dengan seorang laki2. Saya menerima dia karena saya tahu bahwa dia termasuk pria yg taat beribadah dan imannya baik (ditambah beberapa bulan kemudian dia juga akan menunaikan ibadah haji). Kemudian dia mengajak saya menikah. Tapi sebelum itu saya menceritakan masa lalu saya dan Alhamdulillah dia mau menerima saya apa adanya. Dia juga bercerita kalau dia belum pernah melakukan hubungan seks dengan wanita tapi dulu sering melakukan masturbasi. Kemudian dia mengajak saya untuk menikah dengannya. Saya belum memberikan jawaban yang pasti dan hanya tersenyum saja (karena saya masih bingung dengan perasaan saya terhadap dia). Tapi setelah beberapa bulan pacaran, dia malah mengajak saya melakukan hubungan seks (dengan alasan ingin tau rasanya dan sebelum dia menunaikan ibadah haji) . Masya Allah.. saya sangat terkejut sekali dgn permintaan dia itu. Tapi karena saya sayang dia, saya mengikuti saja kemauan dia dan "terjadilah". Kemudian dia menunaikan ibadah haji, dan pada hari pertama saya menjemputnya dan sedang di rumahnya, alangkah terkejutnya saya karena dia tiba2 memeluk saya dan sangat ingin melakukan hubungan seks kembali dengan saya . Hati saya hancur seketika mba.. Saya selalu berharap dengan menerima dia sebagaai pacar saya, maka saya akan terhindar dari segala perbuatan maksiat. Tapi kenyataannya saya masih melakukan perbuatan itu. Dan beberapa minggu setelah itu, dia "mengajak" saya kembali dan saya selalu lemah karena tidak bisa menolaknya. Tapi beberapa minggu setelah itupun sikap dia mulai berubah kepada saya. DIa bilang masih sayang kepada saya, tapi dia sedang tidak lagi mempunyai keinginan untuk menikah. Saya sedih sekali mba.. Karena saya sudah tidak kuat, maka saya minta putus. Saya sangat tidak percaya. Padahal pacar saya itu termasuk orang yg sangat taat beribadah dan selalu mengikuti pengajian di sana sini yang biasanya diadakan oleh perkumpulan keagamaannya.

Saya sangat ingin menenangkan pikiran saya. Dan belakangan saya sedang mempertimbangkan untuk memakai jilbab. Bukan karena saya patah hati. Tapi karena saya lebih merasa tenang kalau pakaian saya tertutup semua. Mba, apa yg harus saya lakukan setelah ini ? Mba, apakah dosa-dosa saya akan diampuni oleh Allah SWT ??? Saya sangat takut sekali karena semua yg pernah saya lakukan adalah termasuk dosa besar. Saya merasa tidak punya harga diri lagi dan juga tidak punya kepercayaan diri untuk dekat dengan laki-laki lain kembali. Lalu apakah saya harus berterus terang ttg masa lalu saya itu dengan laki-laki yang kelak akan menikahi saya ?.. Karena saya takut kejadian itu akan terulang kembali. Mohon jawaban dan bimbingannya .. Terima kasih.

Wassalamualaikum wr wb.

Jawab:


Wa’alaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh
Terus terang, beberapa kali saya menarik napas panjang membaca uneg-uneg darimu. Beberapa waktu yang lalu, saya ada membalas uneg-uneg dari sahabat muslimah selain diri ukhti tentang perlu tidaknya berterus terang tentang keperawanan yang telah hilang pada calon suami. Beberapa tanggapan masuk. Semua menghendaki agar lebih baik terus terang secara terbuka. Meski begitu, saya tetap pada prinsip saya. Yaitu bahwa jika Allah sudah menutupi kekurangan kita, maka tidak usahlah kita berinisiatif membukanya secara terbuka. Rajin beribadah dan terus mendekatkan diri pada Allah SWT adalah kuncinya. Kelak, ketika sebuah rahasia harus terbuka maka Allah akan melindungi kita dengan menciptakan sebuah situasi yang kondusif untuk hal itu terjadi sehingga Insya Allah kita terhindarkan dari kondisi yang tidak diinginkan. Untuk itu, memang diperlukan sebuah kesabaran yang amat sangat luar biasa. Sabar dalam usaha yang terus-menerus mendekatkan diri pada Allah SWT, Sabar memanage emosi agar tetap dapat menjadi figure muslimah yang baik. Sabar menjaga mulut agar tidak tercetus kalimat yang merugikan diri sendiri. Serta sabar untuk terus berbuat yang terbaik bagi pasangan kita. Demikian pula untuk kasus ukhti. Sekali lagi saya akan katakan, bahwa tidak semua hal harus diceritakan pada pasangan kita, apalagi jika statusnya masih sebagai calon. Terlarang bagi orang beriman membuka aib diri sendiri dan aib orang lain. Kecuali, jika kondisinya memang sudah amat kondusif untuk berterus terang. Untuk mencapai kondisi yang kondusif itu diperlukan kesabaran yang amat sangat luar biasa.

Tapi, letak inti masalah yang sedang ukhti alami saat ini, menurut saya, bukanlah terletak pada perlu tidaknya berterus terang pada calon pasangan yang akan menikahi kita. Khusus untuk kasus ukhti saja, saya justru menyarankan untuk lebih baik berterus terang pada calon pasangan, beberapa saat setelah dia memastikan akan menikahi ukhti. Tidak usah diceritakan seutuh yang ukhti ceritakan di uneg-uneg ini. Cukup katakan bahwa dulu saya pernah khilaf sehingga sudah tidak perawan lagi. Setelah itu stop. Jangan katakan berapa kali melakukan itu. Jangan katakan dengan siapa saja lelaki yang pernah singgah tersebut. Jangan katakan permainan seks seperti apa saja yang telah ukhti lakukan. Jangan katakan berapa kali ukthi melakukan itu dan terutama sekali jangan pernah katakan bagian mana yang paling enak. Sungguh, siapapun kecuali mereka yang memang bejad akhlaknya dan kotor pula pikirannya, akan merasa jijik dan akan memandang rendah pada ukthi. Dan ini berlaku untuk semua muslimah yang pada akhirnya harus berterus terang pada pasangannya. Simpanlah semua bagian yang penuh dilumuri aib ini di dalam hati saja. Bawalah hingga ke liang kubur dan pertanggung-jawabkanlah disana seorang diri. Jangan pernah secara detail menceritakan aib ini, meski pada pasangan halal (suami) kita sekalipun. Setelah berterus terang, lalu minta dia untuk berpikir apakah kebulatan hatinya tidak berubah karena hal itu. Ketika dia sedang berpikir itu, yang harus ukhti lakukan adalah Tidak boleh menampakkan perilaku takut ditinggalkan oleh sidia. Tidak boleh menampakkan perilaku takut kehilangan sidia. Tidak boleh berperilaku sebagai wanita murahan yang gampang ditiduri. Karena, ini hanya akan menguatkan kesan bahwa ukhti tidak pernah berubah dari perilaku buruk yang terdahulu. Juga sebagai penanda bahwa sebenarnya taubat yang ukhti lakukan hanyalah sebuah kamuflase. Sebaiknya yang harus ukhti lakukan ketika dia sedang berpikir itu adalah Shalat dan terus memanjatkan doa agar Allah SWT berkenan memberi yang terbaik bagi ukthi dalam berumah tangga, MIntalah pada Allah SWT agar ukhti dapat senantiasa kuat untuk bersikap (istiqamah) agar tidak kembali melakukan kesalahan yang telah lampau. Ukhti juga harus menerapkan secara trus menerus, menjaga kebulatan hati dan kebulatan sikap untuk senantiasa menjauhi semua larangan Allah SWT; seperti tidak membuka aurat; tidak berdua-duaan; tidak berbicara atau bersikap yang menjurus kearah terjadinya perilaku seks diluar nikah alias perzinahan. Untuk melakukan ini semua, memang akan terjadi gejolak batin yang amat dasyat. Tentu saja akan hadir perasaan takut kehilangan dan takut ditinggalkan. Gatal pula mulut ini untuk bercerita lebih jauh, apalagi ketika si dia bertanya lebih detail (tapi jangan pernah terpancing untuk bercerita lebih detail). Amat wajar juga jika hadir perasaan rendah diri dan merasa diri lebih kotor dan hina. Tapi, tidak usah diperbesar semua rasa ini. Semua manusia sama kedudukannya di depan Allah SWT, kecuali ketakwaannya. Jadi, yang perlu dilakukan sekarang bukanlah menghukum diri sendiri secara terus menerus dan memposisikan diri sebagai seseorang yang hina selamanya. Yang harus dilakukan sekarang adalah memperbaiki diri dan ketakwaan detik demi detik agar terus menjadi lebih baik dan lebih takwa lagi. Terus saja dekatkan diri pada Allah SWT. Hanya Allah-lah yang Maha Pemberi Perlindungan. Tempat sandaran hati yang tidak pernah rapuh.

Inilah yang sebenarnya menjadi pokok masalah ukhti. Yaitu, ukthi rapuh sekali dalam melakukan taubat. Ukhti terlalu merasa bahwa diri ukhti hina sehingga siapapun yang berminat dengan ukhti adalah seseorang yang super sehingga perlu diberi hadiah (reward) berupa penghambaan diri padanya. SALAH. Salah ukthi. Ini pikiran yang amat sangat salah. Hanya kepada Allah-lah kita menghamba, memohon, berterima kasih dan berbakti. Jadi, solusi masalah dasar ukhti adalah, melakukan taubat yang sesungguhnya. Cobalah dirikan shalat dengan khusyu, yang wajib maupun yang sunnah. Terutama, dirikanlah shalat malam. Baca Al QUran dan terjemahannya. Perbaiki bacaan Al Quran agar kenikmatan membacanya bisa ukhti rasakan membawa ketenangan dan kerinduan untuk mengusir rasa galau (kalau perlu panggil guru mengaji atau ikut kursus baca Al Quran). IKuti majelis-majelis ilmu Islam (bergaullah dengan orang shaleh yang benar-benar shaleh. Mereka biasanya berada di dalam majelis-majelis pengajian atau perkumpulan masjid. Tapi jangan pernah bergaul hanya dengan satu orang yang berlain jenis saja, meski dia shaleh sekalipun. Nanti yang ketiganya syetan.)

Demikian saran dari saya. Mohon maaf jika ada kesalahan atau ketersinggungan atau jika ternyata tidak berkenan.

sumber:www.kafemuslimah.com

My Hijjab Vs Bayaran Di atas 6 Digit

Tanya: assalamu 'alaikum warahmatullah wabarakatuh

Saya baru aja gabung di kafemuslimah ini. Jadi rada canggung juga klo mau curhat. I hardly trust people. tapi karna ini dasarnya adalah islam yg beneren, jadi...saya tertarik utk curhat...

Dari TK saya disekolahkan di sekolah islam, jadi udah kenalan dengan hijjab dari usia dini. Meskipun SMA di SMA negeri, tapi saya tetep pake, karena saya gak nyaman kalo keliatan betis & rambut.

Lalu, begitu kuliah dan selanjutnya mulai deh godaan untuk ngelepas hijjab buanyyaak banget. Mulai dari mau ngelamar kerja trus disuruh buka hijjabnya. Tapi setelah 3 ato 4 kali ditolak, akhirnya bisa masuk juga. Itupun ditengah lingkungan non muslim. Bos saya sendiri pun pernah nanya kemungkinan untuk buka hijjab. Tapi saya tanggepin datar.

Begitu saya makin meyakini bahwa hijjab is a must and also is a bless for us - muslimah, saya ditawarin jadi presenter di satu TV swasta, dibayar lebih dari 6 digit. Tapi saya harus buka hijjab. Saya sedih banget, tapi papa saya bilang hijjab nilainya lebih dari itu.

Next masalah laki-laki. I'm 26, single & beberapa kali dekat dengan teman laki2 dan berusaha untuk mengerti dia. Tapi 4 diantara 5 selalu meminta saya melepaskan hijjab atau paling tidak memberikan foto tanpa hijjab. For GOD's sake, I'm not an object, please be understand (itu yang saya katakan, karena saya hampir habis kesabarannya).

Saya tau bahwa ada Grand Plan dari Allah yang maha mencinta, tapi kadang habis kesabaran saya menghadapi realita dimana lingkungan memberi kesempatan lebih untuk mereka yang buka-bukaan. I want to do what I believe (in islam way) and I want to be success doing what I believe (in islam way too). Is it only a dream???

Please give me more spirit to do my activities dan kalo ada masukan untuk network media mana yg bisa saya masuki sebagai muslimah, please be kind and tell me. I'm sooo waiting for it.

Makasiyh untuk segalanya. Semoga Allah slalu memberikan yang terbaik buat mba' ade dan kafemuslimah.com

Wassalamu 'alaikum

Jawab;
Wa’alaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh

Saya setuju dengan apa yang dikatakan oleh ayahmu, ukhti. Hijab itu nilainya jauh lebih dari enam atau sembilan digit nilai uang (bahkan mungkin lebih dari dua belas digit nilai mata uang di Zimbabye pekan lalu, hehehe.... tahu kan kasus inflasi yang tinggi banget di Zimbabye dimana pecahan dua milyar rupiah tuh sudah seperti uang receh saja bagi mereka. Tapi sekarang mah mereka baru saja melakukan pemotongan nilai mata uang alias sanering).

Jika hanya uang dan kedudukan yang kita cari dalam hidup ini, maka sampai matipun hal ini tidak akan pernah dapat kita miliki secara keseluruhan. Mereka terus ada dan bertimbun tapi kehadirannya semu. Tidak nyata. Kita tidak pernah merasa puas memilikinya dan bahkan akan terus merasa kekurangan dan belum mendapat banyak. Perasaan merasa kurang ini akan membuat kita terus mencari dan mengumpulkan tapi tetap saja rasa kurang ini hadir. Inilah ke-semu-an yang saya maksud. Karena itu, jangan pernah menjadikan harta dan kedudukan sebagai tujuan dari hidup kita di dunia ini.

Allah Ta’ala berfirman,
”Mereka bergembira dengan kehidupan di dunia, padahal kehidupan dunia (dibanding dengan) kehidupan akhirat hanyalah kesenangan (yang sedikit).” (qs Ar Ra’du: 26)


Tujuan kita hidup di dunia ini adalah untuk mencari bekal guna di bawa ke akherat kelak. Disanalah kehidupan yang abadi sedang menanti. Dunia ini hanya bersifat sementara. Jadi, jangan sampai kita terlena di dalamnya. Hm. Karena sejak kecil ukhti sudah mengetahui kedudukan hijab dan sejak kecil juga telah mengikuti sekolah yang berbasis agama Islam, saya jadi yakin pengetahuan agama ukhti lebih banyak dari saya. Dengan demikian saya akan bercerita saja ya untuk menanggapi uneg-uneg ukhti. Anggap saja kita sedang ngobrol.

Beberapa waktu yang lalu, ada seorang saudara saya yang meninggal dunia. Semasa hidupnya dahulu, dia memiliki harta yang amat berlimpah (rumahnya empat lantai yang amat megah dengan elevator mini di tengah ruangan; ada satu lantai yang letaknya lebih rendah dari permukaan tanah atau biasa disebut underground yang diperuntukkan khusus untuk ruang cinema dan sport lounge; dia bahkan memiliki lapangan basket, kolam renang dan tennis indoor sendiri di halaman rumahnya; mobilnya ada enam dan semuanya buil.

sumber : www.kafemuslimah.com

Dendam Pada Bapak Biologis Anak Saya

Tanya: Assalamualaikum Wr.Wb Mbak Anita,

Pertama saya akan bercerita mengenai kejadian 4 tahun yang lalu. Saya bekerja di sebuah kota X, waktu itu saya msh belum menikah tapi sudah bertunangan dengan pemuda (sebut saja Amir) yang bekerja di kota lain, yaitu kota XX. Kami berpacaran jarak jauh. Pada saat itu komunikasi kami tiba-tiba hambar, mungkin karena jarak, lalu kemudian sya dekat dengan seorang pria yang sudah beristri yang sebut saja Amru. Amru juga jauh dari keluarga. Hanya sebulan sekali dia pulang kerumahnya yang ada kebetulan ada di kota XX. Akhirnya sya dan Amru saling jatuh cinta dan berpacaran secara backstreet. Sementara persiapan pernikahan saya dengan Amir jalan terus. Karena kurang dekat dengan Allah SWT dan runtuh iman saya, sya dan Amru akhirnya berhubungan badan dan akibatnya saya hamil. Kehamilan saya hanya berjarak 1 bulan sebelum pernikahan. Karena panik dan Amru juga tidak mau bertanggungjawab, Amru akhirnya memaksa saya tetap menikah dengan Amir, walaupun sya sebenarnya tidak mau, tapi dia berjanji bahwa seandainya Amir mengetahui yang sesungguhnya dan saya diceraikan maka dia akan menikahi saya dan bertanggungjawab terhadap anak sya. Janji yang selalu diulangi sampai puluhan kali untuk tahun-tahun selanjutany. Akhirnya terjadilah pernikahan itu dan sya pindah ke kota XX. Demikian pula Amru juga pindah ke kota XX (karena tugas di kota X sudah selesai).

Selama pernikahan saya dan Amir, Amir begitu baik, dan karena sya bisa menyembunyikan mengenai status anak tersebut, tidak pernah mengetahui bahwa pada saat menikah sya sebenarnya sudah hamil, walaupun Amir sedikit curiga tetapi karena dia sangat menyayangi saya dan anak saya maka kecurigaan tersebut lama-lama menghilang. Selama 3 tahun pernikahan saya dengan Amir, sya masih berhubungan dengan Amru walaupun bukan seperti dulu, kadang-kadang Amru ingin menengok anaknya atau mengetahui kabar anaknya tersebut. Sya tahu mbak Ade sya sangat berdosa kepada Amir, sejak hari pertama pernikahan rasa berdosa semakin besar dan setelah 3 tahun akhirnya tak tertahankan dan sya bicarakan hal yang sesungguhnya kepada Amir. Amir mengusir saya dari rumah dan menceraikan saya. Akhirnya keluarga besar sya juga tahu, dan menuntut tanggung jawab Amru untuk menikahi saya, keluarga saya sudah rela jika sya menajdi istri kedua, hal itu semata-mata karena anak saya. Dan Amru juga menyanggupi menikahi saya didepan ibu saya dan itu berulang 2 kali. Akhirnya Amru juga berterus terang ke pada isterinya. Tetapi setelah Amru bicara dengan istrinya keadaan tidak bertambah baik tetapi bertambah buruk, saya tidak ingin menjelaskan secara detail, karena keadaan yang terjadi sangat menguras air mata dan energi. Amru tidak pernah bisa dihubungi lagi dan pada puncaknya dia menulis surat untuk tidak akan menikahi saya. Hancur sekali hati saya membaca surat Amru tersebut. Demikian juga keluarga besar saya. Untuk informasi saja sya sudah berusaha bertobat sejak pernikahan, setelah bercerai dengan suami saya sekarang saya sudah menggunakan jilbab, dan berusaha mendekatkan diri kepada Allah SWT untuk memohon ampun. Sya tahu mbak sya adalah orang yang hina, masa lalu saya begitu buruk, saya ingin berubah dan bertobat nasuha. Tetapi saya masih menyimpan sakit hati luar biasa kepada Amru, dosakah saya bila saya tetap menuntut janjinya? Dosakah saya bila saya tidak memaafkannya? keluarga saya pun begitu, apalagi mantan suami saya, dia sangat menyimpan dendam kepada Amru. Sya ingin sekali memulai hidup baru tetapi bayang-bayang masa lalu masih membuat saya sangat sangat trauma. Mohon petunjuknya. Terimakasih atas perhatiannya

Wassalamulaikum wr. Wb

Jawab;

Wa’alaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh.

Ukhti yang dirahmati Allah SWT. MOhon maaf saya tidak bisa langsung dengan cepat membahas uneg-uneg ukhti ini. Pun tidak bisa menjawabnya secara japri. Insya Allah semua identitas ukhti saya sembunyikan.

Ada sebuah pertanyaan yang terus menggayuti pikiran saya ketika membaca uneg-uneg dari ukhti. Mengapa ukhti kukuh ingin tetap dinikahi oleh Amru seperti janjinya pada ukhti dahulu padahal jika saja ukhti jujur membaca isi hati ukhti sendiri, ukhti sebenarnya amat membenci Amru? Nah, jika hati amat membencinya, mengapa tetap ngotot ingin minta pertanggung-jawaban dari Amru dalam bentuk dia menikahi ukhti?

Ukhti, pendapat pribadi saya, lebih baik lupakan saja semua janji pertanggung-jawaban yang pernah keluar dari mulut Amru. Jangan pernah lagi menagih janji Amru untuk menikahi ukhti karena khawatirnya nanti Amru suatu saat benar-benar memenuhi janjinya. Padahal, menurut saya, Amru itu bukanlah pria yang baik. Dia bukan laki-laki yang baik yang pantas menjadi ayah dari anak-anak ukhti. Amru juga bukan laki-laki yang baik yang pantas diangkat sebagai pendamping hidup dan imam dalam keluarga. Dia tidak lain dan tidak bukan adalah seorang laki-laki yang suka berzina, tidak memiliki nilai sedikitpun untuk dipandang sebagai seorang laki-laki bahkan tidak pantas untuk diangkat menjadi saudara atau sahabat sekalipun. Ada beberapa hal yang akan saya garis bawahi yang mendasari pertimbangan rangkaian kalimat-kalimat saya tersebut, yaitu:

Yang pertama, apa yang ukhti lakukan bersama Amru sebelum menikah sangat berdosa. Melakukan hubungan badan dengan orang lain diluar pernikahan adalah perbuatan zina yang amat dilarang oleh agama Islam. Hukuman bagi pezina amat berat karena ini termasuk salah satu dosa besar (dan hukuman bagi seorang pezina yang melakukan zina padahal dirinya sudah menikah lebih besar daripada yang belum menikah; karena didasari oleh pertimbangan sebenarnya dia sudah tahu dan paham seluk beluk kapan menahan diri jika hasrat seksualnya muncul tapi ternyata dia malah melakukannya). Itu bukti kesesatan Amru yang pertama. Bukti kesesatan Amru yang kedua adalah meminta ukhti melakukan kesaksian palsu. Kesaksian palsu juga termasuk dalam salah satu perbuatan dosa besar. Saksi palsu disini adalah berpura-pura bahwa anak yang dikandung dan dilahirkan adalah anak biologis dengan suami sah sedemikian rupa sehingga suami sah yang merupakan bapak non biologis percaya bahwa itu adalah anak biologisnya padahal sebenarnya bukan. Kesesatan Amru berikutnya, meminta ukhti tetap melangsungkan pernikahan padahal sedang hamil karena perbuatan orang lain. Ketahuilah pernikahan seperti ini merupakan salah satu pernikahan haram dan pernikahan itu dianggap tidak sah serta pernikahan itu tidak pernah diakui oleh syariat agama Islam. Artinya, semua hubungan badan yang dilakukan oleh pasangan suami istri dalam pernikahan haram tersebut dianggap sebagai perbuatan zina. JIka mereka sadar dan tetap berkeinginan untuk melanjutkan pernikahan tersebut maka mereka wajib melakukan pernikahan ulang. Status anak mengikuti “bin” bapak biologisnya. Artinya, setelah menzinahi ukhti, Amru dengan tega menyuruh ukhti berzina dengan orang lain.

Itu rangkaian kesesatan yang dilakukan Amru sehingga membuat nilainya sebagai seorang laki-laki muslim hilang sama sekali. Berikutnya, adalah pengukuhan nilai Amru sebagai seorang munafik yang membuatnya tidak pantas untuk dijadikan saudara maupun sahabat oleh siapapun. Yaitu mudahnya dia melanggar amanah (dia sudah mengkhianati amanah dari istrinya ketika dia sedang berada di luar kota dahulu), mudahnya dia berdusta (dia berdusta di depan ukhti juga di depan ibunda dan saudara-saudara ukhti). Kita sebagai seorang muslim/muslimah tidak boleh mengambil seorang sahabat seorang munafik.
Yang terakhir, dalam syariat agama Islam, perizinan dari istri pertama untuk seorang suami yang ingin menikah lagi tidak diperlukan. Hanya saja untuk etika kesopanan dan untuk mewujudkan tujuan mulia sebuah pernikahan sebagai sebuah langkah mulia, maka sebaiknya seorang suami meminta izin atau memberitahu istri pertamanya jika ingin menikah lagi. Tetapi, di Negara Indonesia, Undang-Undang perkawinan RI mengharuskan seorang suami untuk meminta izin kepada istri pertamanya jika ingin menikah lagi. Izin dari istri pertama tersebut harus dalam bentuk surat pernyataan yang bertanda tangan. Artinya, memang tidak ada niat sedikitpun di kepala Amru untuk menikahi ukhti dari dulu hingga sekarang.
Dari semua rangkaian bukti-bukti ini, ya sudah, berhentilah menagih janji pada Amru. Tidak ada gunanya dan menurut saya (ade anita) tidak cukup berharga untuk diperjuangkan memilikinya. Mari kita konsentrasi menapaki masa depan kita sendiri.

Saya senang ukhti akhirnya menapaki jalan tobat. Ada beberapa syarat dari sebuah perilaku tobat, yaitu menyesali perbuatan dosa tersebut, meminta ampun kepada Allah SWT atas dosa tersebut, berjanji tidak akan mengulanginya lagi dan terakhir melakukan banyak sekali kebajikan baik dalam ibadah maupun muamallah dalam rangka menjaga keimanan dan permohonan ampunan Allah SWT. Mengenakan jilbab adalah salah satu jalan menuju tobat. Jilbab adalah pernyataan dan identitas diri sebagai pernyataan bahwa seorang muslimah yang mengenakannya akan berusaha menjalankan syariat Islam. Selain itu, ada lagi tugas lanjutan dari sebuah jilbab. Ini terkait fungsinya sebagai identitas seorang muslimah, yaitu tugas sebagai duta Islam, duta Allah di muka bumi. Karena jilbab yang ada di kepala, maka otomatis semua orang akan senantiasa menghubungkan perilaku pemakainya dengan Islam (karena dianggap representative dari Islam). Karena itu, berperilaku baiklah sebagai penyandang duta Islam di muka bumi.
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan terkait dengan peran kita sebagai duta Islam, yaitu perbanyaklah mempelajari ilmu Islam. Ada pepatah yang mengatakan, tak kenal maka tak sayang. Jadi, agar keterikatan kita dengan jilbab membuat kita semakin menyayangi jilbab dan agama Islam yang memerintahkan kaum wanitanya untuk mengenakannya, pelajarilah segala seluk beluk tentang Islam. Belilah buku yang membahas tentang akidah dan akhlak. Saya sendiri, untuk mereka yang baru mempelajari Islam, saya lebih condong merekomendasikan dua orang pengarang (penulis) buku, yaitu buku-buku yang ditulis oleh Quraish Shihab dan Yusuf Qaradhawi. Bahasa mereka sederhana (tidak rumit) dan juga lembut dalam mengingatkan/menegur. Mungkin untuk awalnya coba deh baca buku “Niat dan Ikhlas” yang dituis olehYusuf Qaradhawi. Jika sudah selesai dilanjutkan dengan buku “Taubat”-nya. Selanjutnya terserah ukhti mau membaca buku apa agar semangat (ghirah) ke-Islaman ukhti tetap berada di atas.

Selanjutnya, usahakan untuk rajin membaca Al Quran berikut terjemahannya. Mulailah dengan membacanya satu A’in dahulu setiap kali selesai shalat fardhu. Ciptakan dahulu keterikatan untuk mendapatkan “feel”nya. Jika sudah dibiasakan, maka akan muncul kenikmatan membacanya (terlebih jika sudah lancar membacanya), jika sudah nikmat maka akan muncul kebutuhan untuk tidak ingin berpisah darinya juga kerinduan untuk membaca surat cinta dari Allah tersebut.

Selain shalat fardhu, coba mulailah mendirikan shalat sunnah. Mulai dengan shalat sunnah fajar (dua rakaat sebelum shalat shubuh), shalat dhuha (minimal dua rakaat di pagi hari direntang waktu antara pukul 07.00 hingga 10.30) dan shalat sunnah dua rakaat setelah shalat wajib (kecuali di shalat ashar). Usahakan setiap kali selesai shalat, bacalah dzikir yang 33 kali itu seperti yang diajarkan Rasulullah SAW pada putrinya Fathimah ketika Fathimah sedang jenuh kelelahan. Dilanjutkan dengan membaca An Nash, Al Falaq, Al Kautsar, Ayat Kursi. Jika dilakukan dengan penuh kekhusyuan dan diiringi rasa penuh pengharapan akan belas kasih Allah karena diri yang penuh khilaf dan salah serta mohon pengampunan dari Allah SWT, maka dzikir tersebut akan terasa nikmat sekali. Terlebih jika dilakukan dikala shalat malam (tahadjud), dikala semua orang tertidur dan yang terdengar hanya suara sunyi serta yang terlihat hanya ketemaraman. Rangkaian shalat dan dzikir ini akan terasa nikmat sekali dan kita akan merasa dekat sekali dengan Allah SWT. Insya Allah kecintaan kita pada Islam sebagai agama Allah akan bertambah dan kecintaan ini akan menuntun kita untuk melakukan banyak sekali kebajikan guna mendapatkan bekal yang banyak sekali agar dapat bertemu dengan Allah SWT secara langsung di alam akhirat kelak.

Ukhti yang dirahmati Allah SWT. Jangan disimpan lagi rasa dendam didalam hati. Juga jangan disimpan terus sikap tidak ingin memaafkan Amru dan keluarganya. Tanpa dendam dan maaf dari ukhti pun, percayalah, Amru sudah harus mempertanggung-jawabkan dosa dan kesalahan yang banyak sekali. Allah itu Maha Mengetahui, bahkan Allah Maha Mengetahui yang terlihat maupun yang tidak terlihat, yang tersirat maupun yang tersembunyi, dengan begitu biarlah dia sendiri yang akan mempertanggung-jawabkan semuanya di hadapan Allah kelak. Padahal, disamping Amru, ukhti sendiri juga harus membenahi diri sendiri. Percayalah, semua amal perbuatan yang ukthi lakukan menjadi tidak terasa nikmat jika ukhti masih menyimpan rasa dendam dan sakit hati didalam diri. Pada akhirnya, ukhti akan terus merasa diombang-ambing dengan perasaan negative ini. Kondisi hati ukhti cepat sekali berubah-ubahnya; sebentar ukhti merasa amat taat dan dekat dengan Allah SWT tapi tidak lama kemudian ukhti akan memiliki prasangka bahwa Allah SWT tidak sayang pada ukhti karena membiarkan ukhti terperosok melakukan dosa dahulu. Kondisi yang berubah-ubah ini amat tidak sehat juga untuk kejiwaan ukhti akan membuat ukhti terus-menerus labil. Jadi… mulai sekarang, lupakan Amru dan semua perbuatannya pada ukhi, maafkan dia dan mulai konsentrasi menapaki jalan taubat.

Hm… saya punya pengalaman pribadi tentang rasa sakit hati. Dahulu saya pernah punya rasa sakit hati pada seseorang yang membuat saya sering menangis. Lalu setiap kali shalat malam, saya berdoa meminta pada Allah agar Allah mengganti hati saya yang dipenuhi rasa sakit hati dengan sebuah hati baru yang lembut agar saya mudah dalam memahami segala hikmah dari berbagai kejadian, hati yang lapang agar saya mudah bersabar dan bersyukur, hati yang ikhlas agar hidup saya tenang, dan hati yang putih agar saya bisa melakukan banyak kebajikan dengan penuh semangat. Cobalah ukhti memanjatkan doa yang sama dengan yang saya panjatkan dahulu. Lakukan setiap kali selesai shalat. MIntalah pada Allah agar mengganti hati ukhti yang sekarang diliputi rasa dendam dan sakit hati dengan hati yang baru yang mendatangkan kemudahan dan kegemaran dalam melakukan kebajikan dan ibadah. Tentu saja sambil diiringi dengan perbuatan kebajikan yang banyak ya ukhti sebagai wujud usaha pengiring doa. Seperti bersedekah, membantu orang lain, menya ntuni miskin dan yatim, dan sebagainya.

Lalu, tetaplah menyayangi anak kandung ukhti. Laki-laki atau perempuan? Ingat ya ukhti, anak ukhti tidak bersalah apa-apa. Dia amanah Allah SWT. Jadikan dia sebagai pengingat bahwa ukhti harus semakin giat berusaha meraih cinta Allah SWT. Ajarkan dia agar bisa lebih baik dari ukhti kelak jika dia sudah dewasa, baik dalam hal pemahaman agama maupun penguasaan dunia. Arahkan dia agar kelak dapat menjadi seseorang yang bisa mengingatkan orang lain agar tidak tergelincir melakukan kesalahan dan dosa serta seseorang yang bisa memimpin orang lain dalam mencari hikmah dikehidupan ini.

Demikian semoga bermanfaat. Maaf jika terlalu banyak tulisannya.

sumber : www.kafemuslimah.com

Pemarah yang Menyesal

Tanya: Assallamu'alaykum wr wb.

Mbak Ade,
Saya seorang wanita diatas 35 tahun, seorang istri dan juga seorang ibu. Usia perkawinan kami 12 tahun. Saya bukan seorang istri yang baik juga bukan ibu yang baik bagi anak2 kami. Sifat saya yang keras dan kasar membuat saya suka membangkang kepada suami. Saya hampir tidak pernah melayani suami dengan baik. Saya merasa bahwa saya juga bekerja dan memberikan semua penghasilan saya untuk keluarga jadi kadang saya terlalu lelah untuk bisa berbagi dengan suami.

satu hal suami saya juga orangnya keras dan sangat pencemburu. bertahun2 saya di curigai mempunyai hubungan dengan laki2 lain. padahal selama ini saya tidak pernah melakukan apa yang di tuduhkannya kepada saya. sampai teman2 di kantor saja bingung kenapa suami saya curiga spt itu padahal saya ini bukan wanita yg genit atau modis.
berkali2 saya setiap bertengkar saya selalu emosi dan meminta cerai. tapi suami saya tidak pernah menggubrisnya. dan pada saat saya tenang saya selalu berpikir kenapa saya berteriak minta cerai, saya sudah punya anak dan saya cinta pada suami saya.

kami menikah karena cinta setelah 8 tahun pacaran dan akhirnya kami menikah. dari jaman pacaran sebenarnya sudah sering pula kami bertengkar hanya utk urusan yg sepele.

saya merasa suami saya tidak pernah tegas dengan persoalan kami, dia tidak pernah membuat keputusan sebagai kepala rumah tangga. dari mulai soal anak, sekolah anak semua saya yg tentukan. padahal saya juga ingin dia ikut dalam pendidikan anaknya.

setahun belakangan ini, dia lebih cuek pada saya, jarang meminta saya untuk menyentuhnya. setiap bicara selalu kasar dan saya selalu terpancing emosi dan akhirnya ikutan marah2.

imbasnya terhadap kedua anak kami, saya suka marah2 dan kadang memukul anak2 saya kalau mereka salah sedikit saja.

saya sebenarnya cape, letih dengan keadaan saya sendiri. saya jadi stress dan makin sering emosi.
tahun lalu saat tidur saya mendengar dia mengigau meyebut nama seorang perempuan. saya tanyakan tapi dia cuek aja.
saya bekerja di travel agent dan kadang saya pengen mendapatkan rejeki lebih dengan membawa group ke luar negeri. ini saya lakukan untuk menambah penghasilan dan tabungan untuk pendidikan anak2 saya.
suami saya tidak pernah menabung. semua biaya pendidikan saya yg cover.
pun dari gajinya saya hanya di berikan sebatas belanja bulanan saja. buat saya tidak apa2 karena saya bekerja dan saya bisa menghidupi anak2 saya. saya gengsi untuk minta uang pada suami saya, karena pun kalau di minta dia akan bilang tidak punya uang. kecuali kalo cuma minta 10 atau 20 ribu, ya suka di kasih juga sih.
pada saat lebaran sy pergi ke luar negeri menjadi tour leader group. saat pulang sy merasa kehilang uang, sy tanya dia katanya tidak tahu. dan ikut membantu mencari. sy pikir mungkin sy yg salah, ah sudahlah.

ternyata di bulan Februari, sy iseng membuka hp nya dan melihat ada message :
"bunda, tunggu yah, nanti ayah ke sana" upppss hati saya langsung deg2 an. sy mau langsung konfrontasi tp sy yakin dia pasti akan bilang hpnya di pinjem teman. sayangnya sy tdk langsung mencatat no. telp org itu.
bulan Maret pertengahan, sy mau pinjem mobil, dia minta sy ambil stnk sendiri. dan apa yg saya temukan di dompetnya, selembar uang aud yang hilang di bulan oktober. waduh apalagi ini, tp saya diam saja, sy tdk mau menanyakan karena takut jadi bertengkar.

kejadian ternjadi saat ulang tahun perkawinan kami. hari itu dia tidak mengucapkan selamat, sy kesal dan sy diamkan dia. siang hari dia bilang mau ada urusan ke kantor dan sempat nanya apakah saya mau ikut. krn msh kesal sy tdk mau. dia pulang malam sekali, saya sudah tidur. sebelum2 nya pun dia sering pulang malam dan biasanya sy sdh tidur. kalo saya tanya jawabannya ada kerjaan di kantor. kadang katanya dia ada tugas visit yg mengharuskan dia kembali ke kantor pagi hari. Pernah satu hari dia bilang tugas visit, esok paginya sy telp dia bilang baru sampe kantor, mau beresin mobil baru pulang. sampai siang dia tidak pulang, sy coba telp tidak di angkat2. sy curiga, dan akhirnya pulang esok harinya itupun sudah siang menjelang sore. sy tanya katanya dia bantuin temennya betulin break-breakan. (dia punya hobi ngbreak).

sehari sesudah ultah perkawinan adalah ulang tahun sy, dia tidak mengucapkan apa2 cuma bilang lwt anak2, eh mama ultah tuh, udh ngucapin blm? saya semakin kesal dan diam saja.

seminggu kemudian, entah kenapa hati saya deg deg an terus selama bbrp hari. Hari minggu itu dia sedang cuci mobil, sy iseng aja pengen liat lagi uang sy yg ada di dompetnya.. tapi apa yang saya temukan. sebuah kwitansi kos atas nama suami saya. hati sy semakin berdebar. sy buka tasnya, sy ambil usb nya sy buka di komp.
ada 2 folder yg membuat sy penasaran. satu folder ternyata isinya foto2 wanita cantik dan bbrp foto2 mereka berdua. sy shocks.. sy langsung save foto2 itu. lalu sy buka 1 folder lagi ada banyak sekali video.. saya buka salah satunya ternyata video porno. sy makin shocks... sayang pada saat saya coba save suami sy pulang. jadi tidak jadi tersave.
di kwitansi tertera no telp kos2 an tsb lalu lsg sy telp, menanyakan alamat, apa suami sy kos di sana dsb.
jawabannya ya, ada nama suami sy di kos itu dan katanya kos dg istrinya. sy makin shock.

pas suami sy pulang sy tanyakan sm dia, dia tdk mau bilang. sy marah sangat marah, lalu sy tanyakan foto yg ada di usb. dia tdk mengakui scr langsung. sy kesal dan sy tinggalkan rumah, sy bilang sy akan k tmpt kos utk mencari tau. di jln sy telp teman sy dan dia bilang spy sy sabar. malam itu, sy dan suami bicara di hadapan kakak2 nya dan ipar2 nya. sy msh sangat emosi sehingga sy berteriak2 malam itu dan juga suami sy bicara berbelit2. dlm 2 hari sesdh peristiwa sy spt org kebingungan, kesana kesini gak ada tujuan. dlm 2 hari itu suami sy kirim sms minta maaf dan bilang memilih saya. tp yg sy bingung kalo di rumah dia diam saja.
hari ke 3, sy memaafkannya tp esok harinya sy marah2 lagi. sy bingung.
akhirnya yg terjadi sekarang ini adalah, ssdh bbrp hari terus berargumentasi yg terjadi malah sebaliknya,
dia ungkit semua kesalahan saya, dari sy tdk melayaninya dg baik, kekecewaan sy krn pekerjaannya, kekecewaan sy krn sampai saat ini msh tinggal di rumah milik ortunya. dll.

Saya menyadari bahwa lama sekali bertahun2 saya lalai untuk bersyukur pada Allah, sy bisa di bilang jarang sholat dan suami jg seperti itu.

Sebulan lebih berlalu, dalam sebulan ini banyak sekali yg terjadi dan sebagian besar karena saya tidak bisa menahan emosi sy. sekarang suami saya seperti menutup pintu kepada saya dan bilang akan menceraikan saya, tdk mau bicara, tdk mau memberi tahu kalau mau pergi kemana-mana. dia bilang dia sudah tinggalkan perempuan itu, tp hati sy tidak yakin. krn 2 minggu ssdh kejadian, kami pergi ke surabaya, di perjalanan ke airport sy intip dari bangku belakang dia sms ke seseorg. isinya : bunda, ak pergi cuma 2 hari doang ... (tdk terbaca) dan di jawab luv u too. tadinya dia tidak mengaku kalau org itu org yg sama. akhirny minggu lalu sy bener2 kehilangan emosi dan berteriak2 tidak karuan. akhirnya dia bilang oke itu org yg sama. dan katanya sdh di tinggalkan.

Tadinya saya bersikeras tidak mau di ceraikan, sampai-sampai kalau habis bertengkar, sy bisa nangis dan meminta maaf, dia tidak mau memaafkan saya. saya bersikeras tidak mau cerai karena sy takut nantinya anak2 saya jadi sakit hati kepada kami dan berdampak jelek pada kehidupan mrk nantinya.

Suami saya ingin menceraikan saya karena katanya selama 12 tahun perkawinan sy tidak menghargai dia (walaupun sy tdk merasa spt itu) dan sy tdk melayaninya dg baik. dan dia takut nantinya saya tidak akan pernah berubah. dia tidak memilih saya atau perempuan itu, katanya lebih baik dia sendiri saja dan bebas mau melakukan apapun sendiri. (maaf saya tidak sepenuhnya percaya kata-katanya, bgm kalau tnyata ini cuma bisa-bisanya dia aja ngomong begitu spy aib dia dg perempuan itu tdk terbongkar)

Saya sudah sholat dan berusaha untuk tidak bolong2 sejak kejadian ini. saya tahajud, dhuha dan mencoba sholat sunat sebelum dan sesudah sholat wajib.
saya sadar Allah tidak mungkin memberikan jawaban atas doa sy secepat itu. saya tahu sudah banyak dosa2 yg saya perbuat sebelumnya. saya sempat menonton dvd tausiyah dr ust yusuf mansur mengenai cobaan dan azab.
yang saya takutkan saat ini apakah ini hanya cobaan Allah atau azab dari dosa2 terdahulu saya.
saya mohon pencerahaannya mbak ade.
mohon maaf bila tulisan saya amburadul krn saya tidak bisa menulis dg baik, tp bila mbak ade mau menanyakan hal-hal lain, silahkan saja dan saya insyaallah akan menjawab dg jujur.

PS : Mbak Ade, yg juga bikin saya bingung, dia bilang dia sudah tidak punya hasrat dg saya, tp kalau saya minta nafkah bathin dia tetap berikan, walaupun katanya ini terpaksa. apa benar laki2 bisa spt itu?

Terima kasih banyak atas perhatiannya dan saya menunggu jawaban dari mbak ade.

Wassalamu'alaikum wr wb.


Jawab:

Wa’alaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh

Semoga yang saya akan tulis berikut ini tidak membuat ukhti tersinggung, karena saya akan mengatakan bagaimana pandangan saya insya Allah secara objektif (karena saya tidak kenal ukhti ataupun suami ukhti atau siapapun orang yang ada disekitar ukhti saat ini). Sebelum memulai obrolan kita, saya akan bertanya, coba sebutkan cobaan apakah yang paling berat didunia ini yang pernah dialami oleh manusia?

Banyak orang yang mengatakan bahwa cobaan yang terberat didunia ini adalah ketika kita sedang mendapatkan musibah keterpurukan. Tanpa harta, kedudukan dan fasilitas. Pendapat ini tidak salah. Sesungguhnya, kondisi sedemikian memang betul adanya. Kemiskinan bisa mengantarkan seseorang ke arah kekafiran. Sering terjadi orang menjadi marah pada Sang Pencipta dan Yang Maha Berkuasa karena merasa sedang mempermainkan hidupnya. Benarkah demikian? Mari kita tilik lebih lanjut.

Apa yang tidak dimiliki oleh si miskin yang membuatnya merasa senantiasa ada dikondisi terpuruk? Sumber daya. Ya, si miskin tidak memiliki sumber daya yang bisa membuatnya menjalani kehidupan secara normal. Sumber daya itu bisa berupa harta, keahlian, kesehatan, dan tenaga serta kesempatan. Tapi, apa betul itu semua tidak terdapat sama sekali di atas bumi Allah yang luas ini? Ada. Semua sumber daya itu tersedia banyak sekali dan tersebar dimana saja. Hanya saja, diperlukan sebuah kesabaran untuk meraih dan menghimpunnya. Seorang petani yang miskin, harus berusaha bangun pagi agar ketika mencangkul sawahnya tidak terlalu terbakar terik matahari. Dia juga harus menerapkan tehnik menanam yang baik agar waktu dan tenaga menjadi efisien digunakan. Dia juga harus sabar menyiangi sawahnya agar tidak ada burung yang mencuri bulir padinya, tidak kekurangan air, tidak kekurangan pupuk, tidak dihinggapi hama bahkan agar tidak ada tanaman liar satupun yang tumbuh disela-sela padinya. Seorang pedagang, harus bangun pagi dan menggelar dagangannya sebelum pembeli pertama tiba dipasar sehingga pembeli tidak pergi ke tempat lain. Barang yang dia dagangkan, harus ditata rapih dan disusun menarik agar para pembeli tertarik untuk membelinya. Tidak bisa barang dagangan dibiarkan begitu saja dan lalu mengharapkan Allah akan menggiring pembeli datang dan menghabiskan dagangannya. Harus ada usaha. Segala sesuatunya itu harus ada usaha untuk meraih dan menghimpun sumberdaya (baca: rezeki yang diharapkan). Untuk menjalankan usaha itu, dibutuhkan kesabaran.

Dengan demikian, tidak benar bahwa cobaan yang paling berat di dunia ini adalah musibah keterpurukan. Mengapa? Karena sebenarnya, musibah keterpurukan itu tidak akan terjadi jika saja manusia mau senantiasa bersabar menjalankan usaha guna menghindari dan mencegah kondisi yang tidak dia inginkan.

Lalu, bagaimana dengan cobaan yang berbanding terbalik dengan cobaan keterpurukan? Yaitu cobaan kemewahan. Menurut saya, cobaan kemewahan jauh lebih berat daripada cobaan musibah keterpurukan. Mengapa? Karena sering kali tiap-tiap insan yang mengalami cobaan kemewahan tidak akan pernah menyadari bahwa saat itu dia sedang diuji oleh Allah dengan kemewahan dan kesenangan hidup. Begitu banyak kemudahan dari segi harta dan kesempatan yang dia miliki sehingga dia lupa bersyukur lalu tanpa sadar melupakan Tuhannya. Begitu banyak kesenangan yang dia raih sehingga tanpa sadar dia menjadi yakin bahwa itu semua berkat kepiawaiannya mengumpulkan harta sehingga dia menjadi sombong, takabur dan akhirnya merendahkan orang lain yang kemampuannya tidak sebanding dengan dirinya. Tanpa ukhti sadari, inilah kondisi yang ukhti alami selama bertahun-tahun lamanya.

Ukhti… ketika ukhti masih muda dahulu, pernahkan ukhti mendengar sebuah nasehat agar menghormati suami? Setinggi apapun kedudukan ukhti, seberapa banyakpun harta yang ukhti miliki, dan serendah apapun kedudukan suami ukhti (jika dibandingkan dengan kedudukan ukhti), dan sesedikit apapun harta yang dimiliki olah suami ukhti (jika dibandingkan dengan harta yang ukhti miliki), suami tetaplah seorang suami. Orang yang harus kita hormati kedudukannya, muliakan posisinya, dan harus kita cintai dengan sepenuh hati. Karena dialah laki-laki yang telah dijodohkan oleh Allah kepada kita. Allah mendatangkan dan mempertemukan kita dengan suami kita tentu dengan sebuah rencana agar kadar rasa syukur kita bisa teruji dan besarnya rasa kesabaran kita terasah. Mengapa? Karena Allah amat sayang pada kita, dan Allah ingin kita semua bisa masuk ke dalam surga Allah yang tidak terkatakan betapa nikmatnya. Hanya saja, hanya orang-orang yang pandai bersyukur dan pandai bersabar sahajalah yang bisa masuk ke dalam surga Allah. Untuk itulah kita diberi cobaan yang berupa-rupa. Kebetulan, cobaan yang menghampiri ukhti adalah cobaan berupa kesenangan dan kemudahan.

Suami adalah manusia biasa. Dia tentu punya rasa tersinggung, rasa sakit hati, rasa ingin disayangi, ingin dicintai, serta dibutuhkan. Semua suami diatas muka bumi ini sama saja kondisinya. Semua punya keinginan seperti itu. Hanya saja, ada suami yang sabar merajut keinginannya itu hingga suatu saat nanti bisa terwujud, ada suami yang tidak sabar dan ingin segera saja hal itu terwujud. Suami ukhti dalam hal ini termasuk suami yang sabar. Bertahun-tahun dia berharap hati ukhti akan terbuka dan suatu saat kelak bisa menghargai, menyayangi dan membutuhkan kehadiran dia sebagai seorang suami dan seorang kekasih. Hanya saja, ternyata ukhti terlalu sibuk dengan egoisme diri sendiri dan terus saja “melecehkan” suami ukhti. Padahal, rasa cinta itu seperti sebuah pohon yang bermula dari sebutir biji yang diletakkan di atas hamparan tanah. Dia bisa saja tumbuh dengan sendirinya karena memang tanah adalah sumber rezeki dari Allah yang amat kaya kandungannya. Tapi, tanaman yang tumbuh dengan liar akan terlihat kurang subur dan tidak terawat dengan baik. Bisa jadi dahannya kurus dan ini membuatnya menjadi rapuh dan cepat patah ketika angin datang bertiup dengan kencang. Berbeda dengan pohon yang kita rawat dan kita pagari dengan baik. Batangnya kuat, daunnya lebih hijau, buahnya lebih lebat, dan ketika angin datang bertiup, ada penyanggah batang yang menahan agar batang tidak patah tertiup angin.
Itulah cinta.

12 tahun hidup dalam sebuah perkawinan yang penuh dengan perilaku saling memaki, saling merendahkan, dan saling tidak percaya satu sama lain adalah 12 tahun kisah perkawinan yang tidak sehat. Kalian berdua tidak dapat merawat cinta kalian dengan baik sehingga cinta yang kalian miliki menjadi rapuh. Ditambah dengan sifat-sifat tidak sabar yang justru kalian suburkan. Kasihan anak-anak kalian (tahukah ukhti, bahwa anak-anak tidak butuh semua gelimang harta dan fasilitas yang ukhti berikan pada mereka. Karena itu semua menjadi tidak berarti jika diiringi dengan hardikan, bentakan, makian dan kurangnya rasa kasih dan sayang dalam keluarga. Mereka akan tumbuh menjadi pribadi yang gugup, peragu dan serba tidak percaya diri. Ada anak yang kelak akan menutupi itu semua dengan kenakalan, tapi ada juga anak yang menutupi itu semua dengan cara menarik diri dari lingkungan sosialnya. Keduanya menunjukkan bahwa keluarga mengembangkan sebuah hubungan yang tidak sehat).

Sayangnya, diperlukan sebuah kejadian yang tidak enak untuk menyadarkan seseorang yang telah terlena dengan sebuah kebiasaan yang buruk yang telah dilakoninya bertahun-tahun. Dan itulah yang ukhti alami saat ini. Allah menghadirkan seorang wanita lain ke hadapan suami ukhti untuk menguji suami ukhti apakah dia akan tergoda untuk mendua. Dan ternyata dia meliihat bahwa pada wanita lain inilah dia menemukan banyak sekali kelebihan yang selama ini tidak dia peroleh dari ukhti. Diapun berpindah hati. Lalu, dari kejadian ini, apakah ukthi menjadi berubah dan menyadari kesalahan ukhti selama ini? Sayangnya, dari apa yang ukhti tulis, rasanya tidak.

Ukhti menjadi kian emosi, kian pemarah dan kian tidak sabaran. Ukhti hanya bisa menuntut tanpa mau berusaha untuk memenuhi keinginan pihak lain yang menjadi bagian dari kelompok ukhti. Seharusnya, ketika kita menuntut hak kita, kita penuhi juga kewajiban kita. Kewajiban ukhti sebagai istri apa? Yaitu melayani suami dengan baik (baik di tempat tidur maupun sebagai seorang kekasih dan sahabat.. ingat, tidak ada tuntutan harus melayani sebagai pembantunya... Islam tidak menuntut istri harus menjadi pembantu di rumah, tapi menuntutnya agar menjadi sahabat yang sederajat. Cobalah jadi teman yang baik untuk tempatnya berkeluh kesah, menjadi sahabatnya yang mendukung semua keputusannya seperti yang ditunjukkan oleh contoh Muslimah paling mulia, Khadijah r.a terhadap suaminya, Rasulullah SAW; menjadi tempatnya untuk melepas penat dan menyegarkan kembali pikiran dan tubuh yang suntuk, seperti yang dicontohkan oleh Muslimah paling mulia, Aisyah ra, terhadap suaminya, Rasulullah SAW). Dan satu hal penting lagi yang harus ukhti lakukan saat ini adalah, mengendalikan kemarahan.

Mengendalikan kemarahan itu sifatnya segera. Kemarahan yang dipupuk sehingga menjadi sebuah kebiasaan yang mendarah daging itu lebih banyak buruknya daripada baiknya. Ukhti akan terbentuk menjadi pribadi yang sulit untuk bersabar, kasar, tidak disukai oleh orang lain, amat sulit untuk bersyukur atas segala sesuatunya karena yang pertama kali ukhti lihat adalah sisi negatif, dan akhirnya ukhti menjadi orang yang sombong, dikucikan oleh orang lain dan bahkan dijauhi oleh keluarga ukhti sendiri. Orang-orang akan merasa lega jika ukhti tidak hadir, bahkan bisa jadi orang-orang akan bersyukur jika ukhti tidak datang. Kelak, tidak ada orang yang merasa kehilangan dan menangis karena kehilangan ketika ukhti meninggal dunia. Sungguh buruk sekali dampak dari sifat pemarah yang dipupuk terus menerus. Jadi... ayo, mulailah kikis sifat pemarah dan gampang emosi yang mulai bercokol dalam diri ukhti.
Mulailah dengan banyak-banyak menyebarkan salam kepada orang lain. Lalu mulai pula dengan banyak-banyak menebarkan senyum pada orang lain. Tarik napas dalam-dalam jika menemukan sesuatu yang tidak berkenan di hati, lalu katakan pada diri sendiri: “Dia manusia biasa, wajar melakukan kesalahan, mungkin dia masih butuh bantuan untuk melakukannya agar lebih baik.”... artinya, kamu harus mulai mengembangkan sifat pemaaf dan bertoleransi atas segala sesuatu yang terjadi. Kamu tidak sempurna, begitu juga dengan orang lain. Yang sempurna itu hanyalah Allah SWT, lalu mengapa harus memaksakan segala sesuatunya untuk tampil sesempurna mungkin?

Lalu, mulailah pula memupuk kerajinan untuk melakukan tiga macam jenis ibadah selain rajin melaksanakan shalat wajib dan shalat sunnah. Yaitu, mulailah rajin menjalankan ibadah puasa. Puasa itu jika dijalankan dengan benar dan penuh kekhusyuan, bisa membantu kita untuk melatih sifat sabar. Sabar untuk tidak melakukan sesuatu yang sekiranya dapat merugikan diri sendiri. Sabar untuk tidak termakan oleh emosi yang sering melupakan akal dan meninggalkan syariat. Sabar untuk menerima sesuatu yang ternyata tidak sesuai dengan harapan kita. Jika ingin marah, katakan pada diri sendiri “sabar, saya sedang berpuasa. Allah, bantu aku untuk sabar dan tidak melakukan sesuatu yang merugikan orang lain dan diri sendiri.” ... Jika menemukan sesuatu yang menyakitkan hati dan ingin menangis, katakan pada diri sendiri, “Sabar, saya sedang berpuasa, Allah, bantu aku untuk dapat sabar menghadapi cobaan ini.” Begitu seterusnya.

Ibadah kedua yang harus mulai dibiasakan (dibiasakan, nanti kalau sudah terbiasa jadikan dia kebutuhan). Yaitu bersedekah. Sisihkan sedikit hartamu untuk membantu siapa saja. Jika ada yang membutuhkan uluran tanganmu dalam bentuk harta, berikan harta itu. Jika ada yang membutuhkanmu dalam bentuk jasa, berikan jasa itu. Niatkan pemberian itu sebagai sebuah ibadah sedekah untuk mendapatkan keridhaan Allah SWT. Dalam memberikannya tidak usah dengan perhitungan target 2,5% dari harta. Jika bisa lebih, apa salahnya? Bersedekah itu jika dibiasakan akan memupuk sifat rendah hati dan suka menolong dengan ikhlas. Akan muncul kesadaran bahwa segala sesuatunya itu hanya milik Allah, kita hanya dipinjami sekejap saja oleh Allah. Dengan begitu, jika sesuatu yang bukan milik kita itu dipinjam oleh orang lain, tentu Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik lagi karena sesungguhnya Allah tidak akan meninggalkan hambaNya dalam keadaan tidak punya apa-apa. Pasti ada sesuatu yang diberinya sebagai rahmat dan rezeki dari Allah untuk jadi bekal kita di dunia ini.

Ibadah ketiga yang harus dibiasakan adalah, berbuat baik pada orang lain. Ada banyak sekali macam perbuatan baik yang dinilai sebagai ibadah dalam Islam jika dilakukan dengan ikhlas. Mengucapkan salam pada orang lain adalah ibadah. Mengujungi orang sakit adalah ibadah. Membantu orang lain yang sedang kesulitan adalah ibadah. Memasak untuk orang-orang tercinta adalah ibadah. Memberi makanan untuk mereka yang membutuhkan makanan adalah ibadah. Berbuat baik pada tetangga adalah ibadah. Bahkan memberikan sebuah senyuman yang ramah dan indah juga adalah ibadah. Nah, niatkanlah segala sesuatu yang sekiranya bisa mendatangkan kebahagiaan atau meringankan penderitaan sebagai sebuah ibadah kepada Allah SWT. Jadi, ucapkanlah basmallah pada segala sesuatu yang ingin dikerjakan, ikhlaskan apa yang sudah dikerjakan, semua ini bisa membantu membentuk kepribadian yang sabar, penyayang, dan lembut serta ramah. CObalah.

Btw: lakukan saja ibadah-ibadah ini. Jika memang suami ukhti masih berjodoh dengan ukhti, tentu dia akan kembali lagi pada ukhti. Tapi jika tidak, dengan kepribadian ukhti yang baru sebagai hasil dari sekolah kepribadian madrasah Ibadah Islam, insya Allah akan datang orang yang lebih baik dari suami ukhti. Wallahu’alam.

sumber: www.kafemuslimah.com

Ibu Melarangku Menerima Pinangan Poligami

Saya perempuan, 26 tahun, sebut saja nama saya Chiko.
Saya punya masalah dengan ibu saya.

Beberapa bulan yang lalu ada seorang laki-laki yang datang untuk melamar saya. Laki-laki ini berasal dari Arab Saudi, berusia 59 tahun dan ingin menjadikan saya sebagai istri-nya yang kedua.

Saya mencintai laki-laki ini karena dia sangat mengerti agama. Saya yakin dia bisa membimbing saya. Tapi ibu saya tidak menyukai dia dan melarang kami untuk menikah. Pada saat itu ayah saya hanya diam. Ayah saya memang tergolong suami takut istri. Hal ini mungkin disebabkan ayah saya sudah lebih dari 10 tahun tidak memiliki pekerjaan dan penghasilan tetap (pengangguran). Dan sejak saat itu sampai sekarang ibu-lah yang menjadi tulang punggung keluarga.

Yang ingin saya tanyakan adalah:
Apakah secara agama ibu berhak melarang saya menikah dengan laki-laki pilihan saya tersebut?

Alasan yang dikemukakan ibu bukanlah alasan yang syar’i, yaitu:
1. perbedaan usia yang jauh (33 tahun),
2. jauhnya asal laki-laki tersebut, dan
3. poligami

Mbak, setahu saya 3 alasan utama yang dikemukakan ibu tersebut tidak ada dasarnya dalam Islam.

Masalah perbedaan usia dapat dipatahkan dengan fakta perbedaan usia yang sangat jauh antara Rasulullah SAW ketika beliau menikahi Aisyah Ra.

Masalah jauh, Islam juga tidak melarang seorang muslimah untuk menikah dengan laki-laki yang berasal dari tempat yang jauh.

Sedangkan masalah poligami, poligami merupakan sunnah yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.

Mbak, apakah ibu saya berdosa dengan melarang saya menikah? Dan apakah seya termasuk anak yang durhaka jika saya tetap menikah dengan laki-laki tersebut?

Mohon jawabannya dengan dalil-dalil yang kuat dari Al Qur’an dan Hadits Sahih.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Hormat saya,

Chiko
Jawab: Wa’alaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh

Jika ditanyakan, apakah ibu saya berdosa dengan melarang saya menikah? Maka jawabannya adalah iya. Orang tua yang mempersulit terselenggaranya sebuah perkawinan, apalagi untuk anaknya sendiri, tentu saja orang tua yang tidak patut dijadikan contoh. Karena, selain kematian maka sesuatu yang harus disegerakan untuk diselenggarakan adalah sebuah pernikahan. Mengapa? Karena memperlama sebuah pernikahan hanya akan mendekatkan calon pengantin melakukan sesuatu yang dilarang oleh agama (seperti perzinahan misalnya.

Lalu, jika ditanyakan lagi, apakah saya termasuk anak yang durhaka jika saya tetap menikah dengan laki-laki tersebut? Maka saya jawab, wallahu’alam; tergantung bagaimana cara anak tersebut menjalankan pernikahannya. Jadi ada perbedaan buah hasil perilaku. Jika si anak melakukan pemberontakkan dengan cara kasar dan menyakiti hati ibunya hingga si ibu terlontar kata “menyesal telah mengandung si anak selama 9 bulan, berjuang melahirkannya dan mencoba bersabar menyusuinya ketika masih bayi” maka otomatis si anak akan berdosa. Dan akan menjadi anak durhaka ketika si anak tidak sempat meminta maaf kepada ibunya yang meninggal dunia dalam keadaan masih menyimpan rasa sakit hati pada si anak (kamu tentu masih ingat kisah sahabat Nabi yang tidak bisa meninggal dunia dengan tenang karena ketika ibunya masih hidup dia belum sempat meminta maaf padahal ibunya sakit hati padanya).

Dengan kata lain, Jangan melihat secara tekstual saja masalah dosa atau tidak dosa, syar’i atau tidak syar’i. Ada substansi dalam ajaran Islam yang harus dilihat secara keseluruhan dalam mengamalkan sesuatu yang bukan ibadah wajib (jika sebuah perintah agama, yang hukumnya wajib/fardhu, maka yang harus kita lakukan adalah kita mendengar dan kita taat, tanpa harus bertanya-tanya lagi, selama ibadah itu sesuai dengan tuntunan baku yang tertera di AL Quran dan Al Hadits).

Misalnya. Mengapa disunnahkan memberi dan menjawab salam? Karena substansinya, dengan menyebarkan salam, maka tali silaturahim akan tetap terjaga. Meski demikian, ada aturannya. Menjawab sebuah salam hukumnya Fardhu kifayah, yaitu wajib sampah ada orang lain yang melakukannya. Dengan demikian, jika ada yang memberi salam lalu salam itu tidak dijawab maka si penerima salam berdosa. Tapi, ada lagi tuntunan lanjutannya. Seorang muslimah tidak boleh memberi salam terlebih dahulu kepada laki-laki yang bukan muhrimnya; dan etikanya, yang sedikit memberi salam terlebih dahulu kepada yang banyak. Jadi, jika seorang wanita bertemu dengan seorang laki-laki dan si wanita itu diam saja tidak memberi salam kecuali jika laki-lakinya memulainya terlebih dahulu dan wanita tinggal menjawabnya saja, maka hukumnya si wanita tidak menjadi berdosa. Tuntunan lain adalah, seorang muslim tidak boleh (bahkan hukumnya menjadi haram) jika memberi salam kepada orang-orang non muslim. Mengapa? Ini terkait dengan hukum syariah lain dalam Islam, yaitu larangan untuk mendoakan orang-orang non muslim kepada kebaikan karena sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang durhaka kepada Allah SWT. Jadi, mengapa harus mendoakan mereka yang terang-terangan tidak mengakui Allah dan bahkan mencoba untuk menjauhkan orang-orang beriman dari beriman kepada Allah ? Dengan demikian, jika satu orang berhadapan dengan kerumunan yang banyak yang tidak diketahui apakah dalam kerumunan itu semuanya Muslim ataukah ada yang non Muslimnya, maka tidak perlu yang sedikit itu member salam terlebih dahulu kepada yang banyak. Demikian substansi dari pemberian salam sebagai salah satu perilaku yang disunnahkan dalam Islam.
Sekarang kita melihat sesuatu yang lain yang juga disunnahkan oleh Rasulullah SAW dan sekarang sedang ingin ukhti jalankan. Poligami.

Mengapa disunnahkan melakukan poligami? Karena dengan poligami insya Allah akan tertolonglah banyak wanita lajang muslimah untuk mendapatkan laki-laki beriman yang mengerti agama sebagai imam dan suami mereka. `Ada banyak contoh sejak zaman Rasulullah SAW dimana seorang wanita beriman akhirnya rusak aqidahnya karena menikah dengan laki-laki yang tidak beriman. Zaman Rasulullah SAW dahulu, jumlah wanita beriman jauh lebih banyak ketimbang laki-laki yang beriman. Ini karena banyak laki-laki beriman yang pergi maju ke medan perang dan gugur meninggalkan janda-janda dan anak-anak gadis mereka. Untuk itulah maka poligami dibolehkan dalam Islam.

Bagaimana dengan kondisi zaman sekarang? Kita tidak dalam keadaan berperang dengan siapapaun. Tapi, ternyata jumlah wanita beriman tetap lebih banyak ketimbang laki-laki yang beriman (= muslim dan faham akan agamanya). Hal ini karena, kebanyakan wanitalah yang lebih banyak waktu luang untuk menimba ilmu agama ketimbang laki-laki yang waktunya tersita untuk bekerja dan belajar dan secara kuantitas, jumlah fisik wanita muslimah memang lebih banyak daripada laki-laki Muslim. Dengan demikian, sunnah poligami tetap dapat dijalankan.

Tapi, untuk menjalankan perilaku sunnah tersebut, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Karena, substansi lain dari sebuah perkawinan poligami adalah, menyatukan beberapa keluarga dalam sebuah kasih sayang yang adil; melindungi hak-hak keluarga agar tidak ada yang terabaikan dan sama-sama bisa merasakan kedamaian dalam naungan Islam.

Dengan demikian, jika sebuah poligami ternyata diprediksikan akan menyebabkan perpecahan dalam keluarga, permusuhan antar anggota keluarga, atau menjauhkan anggota keluarga dari substansi Islam itu sendiri, maka, poligami menjadi sesuatu yang tidak dianjurkan untuk dijalankan. Bahkan tidak menutup kemungkinan jika kondisinya menjadi kian parah, maka poligami justru menjadi sesuatu yang haram untuk dilakukan.

Jadi, sekarang kita lihat dulu, apa yang sesungguhnya terjadi pada keluarga ukhti.

Berbakti pada kedua orang tua itu, hukumnya wajib. Menjalankan kehidupan pernikahan poligami itu sunnah. Menyakiti hati ibu itu terlarang.

Ukhti, kenapa calon ukhti tidak dibawa kepada ibu ukhti lalu perkenalkan mereka. Untuk proses selanjutnya, mengapa tidak minta tolong pada calon ukhti untuk mendekatkan diri dan meyakinkan ibu ukhti bahwa dia insya Allah akan menjadi suami yang baik dan imam yang amanah bagi putri beliau.

Setiap ibu sayang pada anaknya. Pengalaman mengajarkan, lewat pemberitaan tentang perilaku orang-orang di Timur Tengah sana terhadap TKW kita yang selalu digambarkan sebagai orang yang kasar, penuh nafsu seksual dan keji, membuat ibu ukhti ragu untuk melepas anaknya menikah dengan orang dari Timur Tengah sana. Pengalaman juga mengajarkan, lewat berita yang berseliweran, bahwa orang-orang Arab, sering sukuisme, mereka amat mengedepankan kelompoknya, sukunya, sehingga jikapun ada orang luar yang masuk kelompok mereka, maka orang luar itu sering diperlakukan sebagai warga kelas dua. `Banyak berita poligami yang berkembang di masyarakat kita yang memberitakan bahwa istri non Arab, sering jadi menantu nomor dua bagi ibunda suaminya; dia ditempatkan di prioritas berikutnya dalam memperoleh macam-macam hak, tapi ditempatkan didepan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan berat rumah tangga. Ibu ukhti, tentu saja keberatan untuk melepas ukhti yang dikandungnya selama Sembilan bulan dengan susah payah, dilahirkan dengan memperjuangkan hidup dan mati, dibesarkan dengan cara membanting tulang dan memeras keringat, ke tangan orang yang tidak dia percaya bisa amanah menghidupi ukhti. Biar bagaimanapun, orang tua berhak memiliki keberatan-keberatan untuk memilih pada siapa anaknya akan dia berikan, karena jika terjadi sesuatu pada anaknya tersebut (perceraian, kematian, kecelakaan fatal), maka anak tentu akan dikembalikan lagi kepada orang tua. Orang tua mana yang rela melepas anaknya pada tangan yang tidak dia percaya dengan kondisi seperti ini?

Kecuali…. Kecuali jika ukhti tetap nekad untuk menikah lalu mengambil semua resiko yang mungkin terjadi dengan catatan: jika terjadi sesuatu, tidak berkeluh kesah dibelakang hari dihadapan orang tua ukhti (percayalah, berat sekali jika tidak melakukan ini, dada dan kepala akan terasa mau meledak rasanya); atau jika terjadi sesuatu, tidak akan meminta tolong pada orang tua dibelakang hari (bisakah? Bagaimana jika suatu hari ukhti sakit, suami pergi, anak masih kecil-kecil, pembantu tidak ada, siapa yang akan ukhti hubungi untuk membantu dan menemani? Dialah orang tua ukhti, yang dengan ikhlas memang ditakdirkan untuk membantu anaknya seumur hidup mereka. Bisakah ukhti tidak meminta tolong pada mereka apapun kondisi ukhti nantinya? Sulit kan.); dengan kata lain, ukhti pasti suatu hari akan datang pada orang tua ukhti, tapi bagaimana jika hubungannya dari awal sudah tidak enak.

Karena itu, cobalah minta pada calon suami ukhti agar dia mendekatkan diri dengan keluarga ukhti, terutama mendekatkan diri dengan ibu ukhti. Jangan ukhti saja yang maju menjadi tameng untuk meminta persetujuan dari ibu ukhti. Dia, sebagai seorang laki-laki yang pernah menikah sebelumnya, juga harus membantu ukhti untuk meyakinkan pada ibu ukhti bahwa dia siap membahagiakan ukhti. JIka perlu, minta istri pertamanya untuk datang meminta ukhti. Biasanya, jika ibu sudah melihat keikhlasan istri pertama dalam menerima anaknya untuk menjadi madu bagi dirinya, maka ibu akan luluh dan yakin bahwa anaknya insya Allah akan diterima dikeluarga poligami tersebut. Ini sudah banyak dibuktikan oleh pasangan-pasangan poligami yang sukses, dimana istri pertama ikut meyakinkan orang tua bagi madu suaminya tersebut bahwa mereka akan berusaha membahagiakan madunya tersebut.

Btw, kamu sudah saling kenal dan akrab kan dengan istri pertamanya? Saran saya, harus. Dengan demikian akan muncul sikap toleransi dan tenggang rasa antara kalian sebagai istri-istri suami kalian, dan akan muncul sikap saling menyayangi satu sama lain serta sikap saling melindungi dan saling menutupi kekurangan dan kerjasama memunculkan kelebihan masing-masing. Inilah substansi penting dari sebuah perkawinan poligami. Membentuk sebuah keluarga yang sakinah, mawaddah warrahmah dengan satu, dua, tiga atau empat orang istri sekalipun.

sumber:www.kafemuslimah.com