Tuesday, November 24, 2009

Dibohongi Suami

Tanya:
Assalamu'alaikum wr. wb, bu ade

Saya, ibu bekerja sudah menikah selama 8 taun dan punya 2 putra. Alhamdulillah kehidupan rumah tangga baik2 saja selama ini. Sampai suatu saat, saya ikut acara kantor suami. Saya melihat ada seorang wanita single yang sepertinya suka menarik perhatian suami (kita sebut si A). Dan saat itu kebetulan ada kejadian yang dimana, saya dan suami bisa ikut serta acara itu atas bantuan A. Sepertinya suami merasa berterima kasih atas bantuan si A sehingga kami bisa ikut acara tersebut. Sejak saat itu, saya perhatikan si A seperti memanfaatkan moment balas budi itu. Saya sampaikan hal itu ke suami, tapi suami berhubung tidak punya niat untuk selingkuh, makanya dia tidak menghiraukan. Suami pun tau saya tidak suka dengan si A. Saya sebetulnya tidak tahu pasti perasaan si A itu terhadap suami saya. Tapi kalau dilihat dari gelagatnya, dia seperti ada feeling terhadap suami. Pernah saya tanya, bagaimana dengan si A. Suami saya bilang, berhubung suami ada di lantai 12 dan si A ada di lantai 7, tidak pernah ketemu. Dan saya percaya itu.

Sampai suatu saat, seperti ada yang membisikan saya untuk memeriksa isi hp suami. Tidak ada sms yang berarti, tapi begitu saya lihat record di received call nama si A itu ada disitu. Berarti si A pernah menelepon hp suami saya. Saya pikir mungkin ini urusan kantor. Kemudian, saya lihat dialled number, ternyata suami pun pernah menelepon ke hp si A. Saya seperti disamber geledek, karena ternyata suami berbohong kepada saya dengan mengatakan kalau suami tidak pernah bertemu tapi ternyata mereka saling menelpon. Kemudian saya konfirmasikan semua ke suami. Ternyata suami mengaku kalau dia sebenernya tidak jujur ke saya takut sayanya marah. Sementara menurut saya lebih baik saya tau dari suami daripada dengan cara seperti ini. Benar saja, ternyata mereka pernah makan siang bareng2 tapi suami ngaku kalau mereka makan siang tidak pernah ber2, melainkan rame2 dengan temen kantornya. Suami pun akhirnya minta maaf atas kejadian ini. Tapi saya sudah merasa dibohongi...saya sakit hati, bu. Karena saya merasa orang terdekat dengan saya saja membohongi saya, bagaimana orang lain. Sebenernya saya percaya sama suami tidak berselingkuh, tapi saya tidak percaya si A. Kalau memang benar si A ada feeling ke suami saya, takutnya dia menggoda suami saya dan akan terjadi hal2 yang tidak diinginkan. Saya juga tidak tau sebenernya perasaan si A, apakah benar dia ada feeling ke suami saya atau hanya kecemburuan saya saja. Saya mohon masukan dari ibu, bagaimana caranya menghilangkan rasa sakit hati saya karena dibohongi suami. Apakah perlu saya telepon si A untuk minta menjauh dari suami saya atau bagaimana. Terima kasih atas perhatiannya.

Jawab:
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Saya sudah membaca uneg-uneg email ibu dan bisa mengerti apa yang telah terjadi.

Cemburu.
Kata orang, cemburu itu artinya cinta. Untuk takaran yang “pas”, perasaan cemburu yang dimiliki oleh seorang kekasih terhadap kekasihnya, merupakan bukti bahwa perasaan cinta masih tetap bersemi di hatinya. Tapi itu dengan penekanan, takarannya harus pas. Kenapa takaran pas saya katakan merupakan sebuah keharusan? Karena, jika takaran cemburu dalam sebuah percintaan itu kurang, maka yang hadir di benak kekasih kita adalah sebuah tanda tanya, “apakah si dia masih mencintai saya?” Ujung-ujungnya akan muncul rasa tidak percaya yang bisa membawa pasangan tersebut ke daerah yang rawan perpisahan. Sedangkan jika takarannya berlebihan, maka yang hadir di benak kekasih kita adalah sebuah tanda tanya lain, “apakah dia tidak mempercayai saya?” Ujung-ujungnya akan muncul sebuah kondisi gerah, terkekang, sesak yang melahirkan sebuah keinginan untuk lepas dan justru mulai bertemu dengan celah untuk lepas dari pelukan erat kekasih pencemburu. Pada beberapa pasangan, yang berkomitment untuk mempertahankan kesatuan mereka, ada sebuah ekstasi tersendiri jika berhasil keluar dari barrier pengawasan si kekasih pencemburu tanpa sedikitpun ketahuan (jadi malah mendorong pasangan untuk bermain kucing-kucingan). Tapi pada banyak pasangan lain, masalah kecemburuan yang berlebihan ini malah bisa membuat mereka terseret ke daerah yang rawan perpisahan. Mana betah terus menerus hidup bersama di atas fondasi kecurigaan, pertengkaran dan rasa saling tidak percaya satu sama lain?

Disinilah letak seninya mereka yang sedang merajut asmara.
Sungguh, jatuh cinta dan mendapatkan yang kita cintai itu sebenarnya sebuah perkara yang termasuh perkara yang mudah dan biasa. Kesulitan dan keluar-biasaan justru terjadi ketika kita harus meneruskan kehidupan sambil terus memelihara agar rasa jatuh cinta itu tidak pernah berubah, dan mempertahankan cinta agar senantiasa bersemi di dalam hati ”masing-masing” (penekanannya masing-masing, karena jika hanya satu pihak saja, yah, artinya kurang berhasil).

Untuk kasus ukhti N, saya merasa yakin sekali bahwa semua perasaan sakit hati dan kecurigaan bahwa suami telah berbohong itu hadir karena ukhti merasa cemburu terhadap suami ukhti. Terlebih setelah dengan mata sendiri ukhti melihat gelagat ada wanita lain yang tampaknya mengagumi suami ukhti. Tapi, dalam perkembangannya kecemburuan yang ukhti miliki ini menurut saya sudah tidak sehat lagi. Mengapa? Karena setelah rasa cemburu itu bercokol dalam hati ukhti, cemburu itu mulai tumbuh subur dengan daun-daun prasangka buruk. Akhirnya, ukhti sendiri yang merasa sengsara karena terus-menerus merasa sakit hati karena merasa suami telah membohongi ukhti.

Baik. Sebelum membaca lebih lanjut, bersama kita ucapkan istighfar terlebih dahulu.

Ukhti. Suami sudah jujur mengakui bahwa dia memang pernah makan siang dengan wanita tersebut. Saya pikir, kejujuran ini harus dihargai. Mana yang lebih baik, terus berbohong atau mengakui? Jika ukhti merasa bahwa jujur adalah sesuatu yang utama, maka ukhti harus mampu di saat yang bersamaan menghadirkan sebuah sikap ikhlas dan sabar mendengar kejujuran itu. Tapi jika ukhti beranggapan bahwa lebih baik tidak jujur yang penting situasi damai dan tenang selama ini tetap terpelihara, hmm…. Saya sarankan ukhti untuk merubah anggapan tersebut. Selamanya, sesuatu yang busuk itu tidak pernah bisa ditutupi. Bahkan meski kita amat piawai menulikan telinga dan membutakan mata sekalipun. Biar bagaimanapun, betapapun pahitnya sebuah kenyataan, kenyataan itu tetap harus dihadapi. Dengan demikian, kembali sikap ikhlas dan sabar lah yang harus dikedepankan.

Dalam hal ini, suami ukhti sudah jujur mengakui dan meminta maaf pada ukhti karena sebelumnya tidak menceritakan hal tersebut. Ayo… maafkan dengan sebenar-benarnya maaf. Artinya, maafkan dengan melupakan segala kekhilafan yang pernah terjadi dan tata kembali langkah ke depan dengan sebuah harapan dan prasangka baik kembali. Jangan dari mulut saja mengucapkan maaf tapi di dalam hati terus mendongkol dan merasa sakit. Itu artinya ukhti tetap menaruh prasangka buruk di dalam hati. Itu artinya, ukhti tetap mendengarkan bisikan syaithan yang terkutuk yang memang berkeinginan untuk memisakan ukhti dan suami ukhti dengan menunggangi celah cemburu dan sakit hati. Ayo ukhti… jangan kalah dengan bisikan syaithan tersebut. Singkirkan semua rasa sakit hati dan prasangka. Kembalilah menjadi istri yang manis dan mau menerima suami apa adanya.

Ukhti dalam hal ini harus percaya satu hal. Yaitu, bahwa semua manusia itu akan diuji ketauhidan dan keimanannya dengan berbagai macam peristiwa di kehidupannya. Bisa lewat musibah yang penuh penderitaan, bisa juga lewat kesenangan dan kemudahan hidup. Dalam hal ini, bisa jadi suami ukhti sedang berusaha melewati ujian tersebut. Dia dihadapkan dengan cobaan berupa kehadiran wanita cantik yang menggoda serta pangkat kedudukan yang lumayan bagus. Ukhti harus membantu suami ukhti agar mampu melewati ujian ini dengan senantiasa mengingatkan suami ukhti bahwa dia punya keluarga dimana tanggung-jawabnya sebagai kepala keluarga terus dituntut; bantu dia untuk senantiasa ingat bahwa kesenangan yang sebenarnya itu adalah segala macam kesenangan yang bisa diperolehnya lewat jalan yang halal dan diridhai Allah (yaitu lewat perkawinan yang sah dan keluarga yang sakinah mawwadah warahmah); ingatkan dia agar tidak terjerumus dalam godaan nafsu yang dapat menggiringnya melakukan hal yang tidak diridhai Allah; dan yang utama, ingatkan dia bahwa ukhti amat mencintai dia dan membutuhkan dia sebagai seorang suami, kekasih dan imam keluarga. Perasaan dibutuhkan (dan saling membutuhkan) inilah yang harus terus dipelihara dalam kehidupan suami istri.

Sedangkan ukhti sendiri, saat ini pun sedang diuji kesabarannya. Apakah ukhti masih mampu mempertahankan sikap sabar menghadapi situasi ini? Masih mampukah ukhti bertindak sebagai seorang istri yang sholehah? Masih mampukah ukhti bersikap sebagai ibu bagi anak-anak ukhti di tengah masalah yang membelit (bisa jadi, tanpa ukhti sadari, kekecewaan ukhti pada suami membawa perubahan dalam bersikap terhadap anak-anak yang tidak tahu apa-apa)?

Semua kekecewaan dan rasa sakit hati yang tetap ukhti pelihara tersebut, tanpa terasa akan mengikis semua rasa cinta yang hadir di antara ukhti dan suami ukhti. Semua hadiah yang suami berikan, kelak akan terasa tidak berarti karena rasa curiga bahwa itu semua dia lakukan untuk menebus kesalahan (padahal bisa jadi suami ikhlas melakukannya untuk ukhti seorang). Semua tindakan manis yang suami lakukan, akan dicurigai sebagai manipulasi untuk menutupi kesalahan. Semua usaha maksimal yang suami lakukan menjadi tidak memiliki arti lagi karena yang ada adalah rasa kecewa dan sakit hati. Aih. Lalu apa yang yang akan ukhti peroleh dari semua ini? Tidak ada! Inilah sisi kezhaliman dari sebuah prasangka buruk yang hadir dari rasa sakit hati dan sifat tidak ingin memaafkan. Akhirnya, suami pun kian lama akhirnya patah semangat dan benar-benar melakukan usaha mencari kesenangan di luar rumah. Bukankah semua kesenangan yang dia inginkan ada di rumahnya sudah sulit ukhti berikan?

Jadi… babat habis semua rasa sakit hati di dalam diri ukhti. Jika terlintas sebuah ingatan tentang kejadian yang menyakitkan hati tersebut, segeralah ambil wudhu dan bacalah Al Quran. Bukan Cuma membacanya tapi juga simak terjemahannya.
Jika terbersit rasa kecewa ketika sedang bersama dengan suami, segeralah istighfar banyak-banyak dan berdoa agar Allah mengaruniai ukhti kesabaran, banyak-banyak kesabaran dalam menghadapi godaan syaithan yang terkutuk.
Perbanyaklah shalat malam (tahajud) dan puasa sunnah, karena keduanya akan mampu menghadirkan sebuah rasa berpengharapan yang tinggi pada Allah sebagai Dzat Yang Maha Berkuasa dan Tidak akan pernah memberi cobaan di luar kemampuan hamba-Nya.
Mari lihat lagi semua kenangan manis yang pernah terlewati bersama dengan suami. Mari lihat lagi semua kebaikan yang pernah suami lakukan. Dan mari mengingat bahwa bisa jadi, hari ini adalah hari terakhir ukhti hidup di dunia ini. Bisa jadi, esok sang maut akan datang menjemput dan semua kehidupan yang ukhti nikmati pun berakhir. Jika sudah begitu, apakah ukhti sudah mempersembahkan yang terbaik bagi suami ukhti? Sehingga suami ukhti merasa terpuaskan dan terus mengingat kebaikan ukhti ketika hidup dengan penuh keridhaan.
Mari lakukan kesholehan, sebelum kematian datang menjemput.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

sumber: www.kafemuslimah.com

0 comments:

Post a Comment